GEJALA ALAM,
SOSIAL, BUDAYA
DALAM PERILAKU
KEBERAGAMAAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : IAD, ISD dan IBD
Dosen Pengampu : Aris Toni, S.H, M.H
Disusun Oleh :
Kelas/Semester : ESRB-2
1.
Awaliyatu Khoirunnisa’ (1420210056)
2.
Kholifatun Nisa’ (14202100)
3.
Ufah Nor Zulsho (14202100)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM/ PRODI EKONOMI SYARIAH
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ilmu
pengetahuan dapat dikelompokan melalui beberapa cara. Secara umum ilmu
pengetahuan dikelompokan menjadi tiga yaitu ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan budaya. Pengelompokan ilmu pengetahuan
ini yang mendasari pengembangan Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu
Budaya Dasar sebagai mata kuliah dasar umum yang wajib diambil oleh mahasiswa
di samping mata kuliah dasar umum lainnya seperti Agama, Pancasila, dan
Kewiraan.
Berbicara tentang
alam, sosial dan budaya tidak akan lepas dari suatu konflik, dan konflik alam
yang terjadi secara langsung akan menimbulkan suatu masalah yang akan
menyangkut terhadap budaya dan sosial di lingkungan yang dapat berpengaruh
terhadap perilaku keberagamaan. gejala alam, sosial dan budaya dapat
berpengaruh dalam keberagamaan karena secara tidak langsung agama selalu
mempengaruhi perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Alam dan agama
sangat erat kaitannya. Perubahan alam dipengaruhi juga karena perubahan moral
beragama atau tingkah laku keberagamaan seseorang. Alam ini merupakan nikmat
besar yang diberikan Tuhan untuk manusia agar dapat dimanfaatkan dalam
kehidupannya. Dengan demikian, manusia sebagai khalifah dimuka bumi harus
memiliki kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan alam bagi kehidupannya.
Dan sebagai khalifah di bumi manusia juga harus bijak dalam menghadapi gejala
sosial dan budaya yang sejatinya gejala-gejala tersebut akan selalu mewarnai
kehidupan manusia di bumi.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian keberagamaan?
2. Bagaimana penjelasan gejala alam dalam perilaku keberagamaan?
3. Bagaimana penjelasan gejala sosial dalam perilaku
keberagamaan?
4. Bagaimana penjelasan gejala budaya dalam perilaku
keberagamaan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian keberagamaan
keberagamaan yang maksudkan di sini adalah sifat-sifat yang terdapat
dalam agama. Atau dengan kata lain keberagamaan adalah yang menyangkut segala
aspek kehidupan yang berkaitan dengan kehidupan keagamaan seseorang.[1]
Keberagamaan dari kata dasar
agama yang berarti segenap kepercayaan kepada Tuhan. Beragama berarti memeluk atau
menjalankan agama. Sedangkan keberagamaan adalah adanya kesadaran diri individu
dalam menjalankan suatu ajaran dari suatu agama yang dianut. Keberagamaan juga
berasal dari bahasa Inggris yaitu religiosity dari akar kata religy
yang berarti agama. Religiosity merupakan bentuk kata dari kata
religious yang berarti beragama, beriman.
Jalaluddin Rahmat mendefinisikan
keberagamaan sebagai perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung
kepada Nash. Keberagamaan juga diartikan sebagai kondisi pemeluk agama dalam
mencapai dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan atau segenap
kerukunan, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan ajaran dan kewajiban
melakukan sesuatu ibadah menurut agama.
Sehingga dapat
disimpulkan tingkat keberagamaan yang dimaksud adalah seberapa jauh seseorang
taat kepada ajaran agama dengan cara menghayati dan mengamalkan ajaran agama
tersebut yang meliputi cara berfikir, bersikap, serta berperilaku baik dalam
kehidupan pribadi dan kehidupan sosial masyarakat yang dilandasi ajaran agama
Islam (Hablum Minallah dan Hablum Minannas) yang diukur melalui dimensi
keberagamaan yaitu keyakinan, praktek agama, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi
atau pengamalan.
Keberagamaan (religiusity)
dalam dataran situasi tentang keberadaan agama diakui oleh para pakar sebagai
konsep yang rumit (complicated) meskipun secara luas ia banyak
digunakan. Secara subtantif kesulitan itu tercermin terdapat kemungkinan untuk
mengetahui kualitas untuk beragama terhadap sistem ajaran agamanya yang
tercermin pada berbagai dimensinya.
Beragama berarti
mengadakan hubungan dengan sesuatu yang kodrati, hubungan makhluk dengan
khaliknya, hubungan ini mewujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam
ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.
Adapun perwujudan
keagamaan itu dapat dilihat melalui dua bentuk atau gejala yaitu gejala batin
yang sifatnya abstrak (pengetahuan, pikiran dan perasaan keagamaan), dan gejala
lahir yang sifatnya konkrit, semacam amaliah-amaliah peribadatan yang dilakukan
secara individual dalam bentuk ritus atau upacara keagamaan dan dalam bentuk
muamalah sosial kemasyarakatan.[2]
B.
Gejala alam dalam perilaku keberagamaan
1. Pengertian gejala alam
Ilmu Alamiah (I.A) atau sering disebut Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dan akhir-akhir ini ada juga yang menyebut Ilmu
Kealaman, yang dalam bahasa Inggris desebut Natural
Science atau disingkat Science
dan dalam bahasa Indonesia sudah lazim digunakan istilah Sains.
Ilmu alamiah merupakan Ilmu Pengetahuan yang
mengkaji tentang gejala-gejala dalam Alam semesta, termasuk di muka bumi ini,
sehingga terbentuk konsep dan prinsip. Ilmu Alamiah Dasar (Basic Natural Science) hanya mengkaji konsep-konsep dan
prinsip-prinsip dasar yang esensial saja.[3]
Gejala alam adalah
sesuatu yang terjadi pada pemukaan bumi yang disebabkan oleh peristiwa alam.[4]
2. Contoh gejala alam dalam perilaku keberagamaan
Gerhana
Gerhana merupakan
suatu istilah untuk menjelaskan suatu gejala gelap yang terjadi bila benda
langit terhalang benda langit lain. Sehingga dapat juga dicermati dalam padanan
kata bahasa Inggris “eclipse” berasal dari bahasa Yunani yakni eklipses
yang berarti peninggalan atau pelalaian. Istilah ini dipergunakan secara
umum, baik gerhana Matahari maupun gerhana Bulan. Gerhana Matahari
terjadi pada waktu Bulan berada di antara Bumi dan Matahari.[5]
Banyak cerita khurafat
dan tahayyul beredar di masyarakat seputar terjadinya gerhana. Namun
syariat telah menyatakan dengan tegas nilai-nilai yang terkandung dibalik
terjadinya peristiwa tersebut.
Sabda Rasulullah SAW :
“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada
zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana
Matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil jama’ah dengan:
‘ASHSHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas
berkumpul, Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan
empat kali sujud dalam dua raka’at” (HR Bukhari dan Muslim, nas ini lafaz
Muslim 4/463 hadits nomor 1516)
Begitu pula latar belakang dalil yang mendasari dilakukannya shalat gerhana sebagaimana Imam ibnu Qayyim rahimakumullah berkata,
dalam sabda Nabi Muhammad Saw.:
“Dari Mughirah bin
Syu’bah radliallahu ‘anhu berkata: terjadi gerhana Matahari pada zaman Rasul
ketika hari wafatnya Ibrahim, masyarakat berkata: gerhana Matahari terjadi
untuk wafatnya Ibrahim, maka Rasulullah berkata: Sesungguhnya Matahari dan
Bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, tidak tertutupi
(gerhana) karena matinya seseorang dan tidak juga karena hidupnya, jika engkau
melihat keduanya maka berdo’alah dan shalatlah hingga tersingkap.” (Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al Asqalani, tt.:
100).
Hikmah Dibalik Peristiwa Gerhana
a.
Menunjukkan salah
satu keagungan dan kekuasaan Allah Ta’ala yang Maha mengatur alam ini.
b. Untuk menimbulkan rasa gentar di hati setiap hamba atas
kebesaran Allah Ta’ala dan azab-Nya bagi siapa yang tidak taat kepada-Nya.
Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya
matahari dan bulan tidak gerhana karena kematian seseorang atau karena
kehidupannya. Akan tetapi keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah. Jika
kalian menyaksikannya, maka hendaklah kalian shalat.” (HR. Bukhari)
Dalam redaksi yang lain, Bukhari
juga meriwayatkan,
“Sesungguhnya
matahari dan bulan keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya
tidak gerhana karena kematian seseorang atau karena kehidupannya.. Akan tetapi
Allah hendak membuat gentar para hamba-Nya.” (HR. Bukhari)
Disamping hal ini juga
mengingatkan seseorang dengan kejadian hari kiamat yang salah satu bentuknya
adalah terjadinya gerhana dan menyatunya matahari dengan bulan, seperti Allah
nyatakan dalam surat Al-Qiyamah: 8-9.
القمر وخسف
القمر والشمس وجمع
“Dan apabila bulan
telah hilang cahayanya. Dan Matahari dan bulan dikumpulkan.” (QS. Al-Qiyamah:
8-9) [6]
C.
Gejala sosial dalam perilaku keberagamaan
1.
Pengertian gejala sosial
Gejala sosial merupakan
segala sesuatu yang di buat maupun dilkukan oleh manusia di dalam lingkungan
kehidupannya. Terdapat bermacam-macam gejala sosial yang bisa dilihat dari
kehidupan sehari-hari atau bahkan di
lingkungannya.
Gejala-gejala
sosial yang terjadi nantinya akan menimbulkan suatu permasalahan baru dalam
lingkungan masarakat. Hal tersebut akan terus terjadi hingga di temukan sebuah
upaya penyelesaian untuk masalah tersebut.
Sosiologi menelaah
gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga kemasyarakatan, proses sosial,
perubahan sosial dan kebudayaan, serata perwujudannya. [7]
2.
Contoh gejala sosial dalam perilaku keberagamaan
kasus pencurian
mencuri adalah mengambil sesuatu barang secara
sembunyi-sembunyi, baik yang melakukan seorang anak kecilatau orang dewasa,
baik barang yang dicuri itu sedikit atau banyak, dan barang yang dicuri itu
disimpan ditempat yang wajar untuk menyimpan atau tidak.
Hukum mencuri adalah haram. Pelaku pencurian
wajib dikenakan had mencuri, yaitu potong tangan. Firman Allah SWT dalam Q.S. A
l-Maidah: 38 “ Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuripotonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang merekakerjakan dan
sebagaisiksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. “
Perilaku
keberagamaan :
Setelah melihat bahwa hukuman mencuri adalah
dipotong tangan seharusnya pencuri itu semakin jera dan tidak berani melakukan
hal tersebut lagi.
Jadi kesimpulannya
:
Gejala sosial dalam keberagamaan adalah
gejala-gejala yang ada di masyarakat yang melahirkan sebuah konflik dan
perubahan yang mengarah padasesuatu yang positif maupun negatif yang di mana
konflik tersebut bisa mempengaruhi perilaku keberagamaan.
D. Gejala budaya dalam perilaku keberagamaan
1.
Pengertian gejala budaya
Gejala budaya
adalah suatu hal yang membuat manusia mengikuti tradisi yang berlaku dari dulu
dan sudah menjadi hal biasa di lingkungan masyarakat. Pengaruh lingkungan budaya yang dalam ekspresi keberagamaan
lebih banyak ditemukan dalam hal-hal praktis dan konkrit.
Nurcholish Madjid menjelaskan hubungan agama dan
budaya. Menurutnya, agama dan budaya adalah dua bidang yang dapat dibedakan
tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena
perubahan tempat dan waktu. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama,
dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Sebagian besar
budaya didasarkan pada agama. Oleh Karena itu, agama adalah primer, dan budaya
adalah sekunder. Budaya bisa merupakan ekspresi hidup keagamaan, karena ia
adalah sub-ordinat terhadap agama.[8]
2.
Contoh gejala budaya dalam perilaku keberagamaan
Buka Luhur
Bagi
Masyarakat Kudus tentunya sudah mengenal acara Buka Luwur sunan Kudus. Acara
ini merupakan upacara peringatan wafatnya sunan Kudus atau disebut dengan
“Khaul” yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram atau 10 Syura. Namun ada
sebagian masyarakat yang menganggap bahwa upacara tradisional Buka Luwur
sebenarnya bukanlah Khaul atau peringatan wafatnya sunan Kudus, sebab kapan tanggal
wafatnya Sunan
Kudus tidak atau belum diketahui. Mengapa Buka Luwur diadakan tanggal 10 Syura atau 10 Muharram, hal itu
disebabkan karena pada tanggal tersebut diyakini bahwa ilmu Tuhan (dari langit)
diturunkan ke bumi, sehingga tanggal tersebut dianggap keramat. Namun menurut seorang sesepuh Kudus yang
menjadi ulama yang disegani oleh masyarakat Kudus, yaitu KH. Ma’ruf upacara Buka
Luwur itu sebenarnya adalah dalama rangka Khaul Mbah Sunan Kudus, yang memang
tanggal 10 Muharram atau 10 Syura adalah tanggal wafat beliau. Fenomena keagamaan seperti ini
adalah perwujudan sikap dan perilaku manusia yang menyangkut hal-hal yang
dipandang suci, keramat, dan berasal dari sesuatu yang ghaib.
Secara kronologis, sebenarnya proses upacara Buka Luwur
tersebut diawali dengan penyucian pusaka yang berupa keris yang diyakini milik sunan Kudus yang dilaksanakan jauh sebelum tanggal 10 Syura, yaitu pada akhir Besar (nama bulan sebelum bulan Syura). Biasanya air bekas untuk mencuci keris tersebut yang dalam bahasa jawa disebut dengan “kolo”, diperebutkan masyarakat yang memiliki keris untuk mencuci kerisnya, karena mengharap “berkah” dari sunan Kudus. Kemudian pada tanggal 1 Syura dilakukan pencopotan kelambu atau kain putih penutup makam yang sudah satu tahun digunakan. Kelambu atau kain pitih itulah yang disebut dengan luwur. Menurut K.H. Ma’ruf Asnawi, pernah pada waktu dulu kelambu atau kain putih penutup makam tidak diganti, kemudian timbul kebakaran pada kelambu tersebut.
tersebut diawali dengan penyucian pusaka yang berupa keris yang diyakini milik sunan Kudus yang dilaksanakan jauh sebelum tanggal 10 Syura, yaitu pada akhir Besar (nama bulan sebelum bulan Syura). Biasanya air bekas untuk mencuci keris tersebut yang dalam bahasa jawa disebut dengan “kolo”, diperebutkan masyarakat yang memiliki keris untuk mencuci kerisnya, karena mengharap “berkah” dari sunan Kudus. Kemudian pada tanggal 1 Syura dilakukan pencopotan kelambu atau kain putih penutup makam yang sudah satu tahun digunakan. Kelambu atau kain pitih itulah yang disebut dengan luwur. Menurut K.H. Ma’ruf Asnawi, pernah pada waktu dulu kelambu atau kain putih penutup makam tidak diganti, kemudian timbul kebakaran pada kelambu tersebut.
Kelambu
atau kain putih bekas penutup makam tersebut menjadi rebutan masyarakat karena
untuk mendapatkan “berkah”. Pada malam tanggal 9 Muharram atau Syura diadakan pembacaan Barjanji
(berjanjen) yang merupakan ekspresi kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW.
Tanggal 9 Muharram setelah shalat
subuh diadakah khataman (pembacaan Al Quran dari awal sampai akhir). Sementara
khataman berlangsung dibuatlah “bubur suro” yaitu makanan yang berupa bubur
yang diberi bumbu yang berasal dari berbagai macam rempah-rempah. Hal ini
dimaksudkan sebagai “tafa’ul” kepada Nabi Nuh setelah habisnya air dari banjir
yang melanda kaumnya, sedangkan makanan tersebut diyakini dapat menjadi obat
berbagai macam penyakit.
Di samping pembuatan “bubur suro”
pada saat khataman Al Quran berlangsung, juga diadakan penyembelihan hewan yang
yang biasanya berupa kambing dan kerbau, menurut salah seorang yang pernah
menjadi panitia dalam acara tersebut kambing yang disembelih bisa mencapai 80
hingga 100 kambing. Kemudian pada malam harinya, yaitu malam tanggal 10 Muharram
diadakan pengajian umum yang isinya mengenai perjuangan dan kepribadian sunan
Kudus yang diharapkan menjadi teladan oleh masyarakat. Pada pagi hari tanggal
10 Muharram setelah shalat subuh dimulailah acara penggantian kelambu atau kain
putih yang diawali dengan pembacaan ayat suci Al Quran dan tahlil yang hanya
khusus diikuti oleh para kyai, lalu mulailah pemasangan kelambu. Bersamaan
dengan itu diadakan pembagian makanan yang berupa nasi dan daging yang sudah di
masak kepada masyarakat, yang dibungkus dengan daun jati. Masyarakat bersusah
payah untuk mendapatkan nasi
dan daging tersebut, sebab makanan tersebut dianggap memiliki berkah dan banyak
mengandung kahsiat menyembuhkan penyakit. Walaupun hanya mendapatkan sedikit,
nasi tersebut biasa disebut dengan “sego mbah sunan” (nasinya sunan Kudus).
Setelah acara penggantian kelambu dan pembagian
nasi tersebut, berakhir sudah upacara buka luwur. Makna Buka Luwur merupakan sebuah ekspresi dari
kepercayaan melalui akal yang mencoba memahami realita kebenaran mengenai manusia
dan sejarah serta kalbu yang digunakan untuk memahami pesan firman-firman Tuhan
melalui perasaan. Hal itu menghasilkan rentetan seremoni atau upacara yang berlangsung secara kronologis dan
berjalan secara turun menurun dari generasi ke generasi, yang menjadi ekspresi
perasaan masyarakat dalam dinamika tindakannya. Peringatan buka luwur mempunyai
nilai yang cukup tinggi. Meneladani nilai-nilai dari perjuangan para wali
khususnya sunan Kudus dalam hidup bermasyarakat.[9]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Gejala alam dalam
perilaku keberagamaan adalah suatu tanda-tanda yang menyebabkan perubahan paa
alam yang memudian di ekspresikan dalam keberagamaan baik ibadah maupun saling
menolong sesama yang sedang terkena musibah. Dengan
gejala alam tersebut menunjukkan salah satu keagungan dan kekuasaan Allah Ta’ala
yang Maha mengatur alam ini. Untuk menimbulkan
rasa gentar di hati setiap hamba atas kebesaran Allah Ta’ala dan azab-Nya bagi
siapa yang tidak taat kepada-Nya.
Gejala sosial dalam
perilaku keberagamaan adalah gejala-gejala yang ada di masyarakat yang
melahirkan sebuah konflik dan perubahan yang mengarah pada sesuatu yang positif
maupun negatif yang dimana konflik tersebut bisa mempengaruhi perikaku
keberagamaan.
Gejala budaya dalam
perilaku keberagamaan adalah sesuatu yang ada dalam kehidupan masyarakat yang
dijadikan gambaran kalau budaya itu sudah ada sejak zaman dahulu. Misalnya Fenomena keagamaan Buka Luhur adalah perwujudan sikap dan
perilaku manusia yang menyangkut hal-hal yang dipandang suci, keramat, dan
berasal dari sesuatu yang ghaib.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan
yang sudah barang tentu banyak kekeliruan baik dari segi materi maupun
penyampain kami. Kami sadar bahwa kami adalah manusia biasa yang tidak luput
dari kesalahan dan kekeliruan. Maka kami mohon akan kritik dan saran anda semua
serta masukan-masukan yang bersifat membangun demi masa depannya. Semoga
makalah yang kami berikan ini bermanfaat bagi pemakalah sendiri dan untuk
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Atang Abd. Hakim, metodologi studi Islam, PT. Remaja
Rosdakarya, bandung, 1999.
Istamar Syamsuri, Biologi 2000 SMU jilid B, Erlangga, Jakarta, 2000.
Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Mudji Raharto, Fenomena Gerhana, dalam kumpulan tulisan
Mudji Raharto, Pendidikan Pelatihan hisab rukyah Negara-negara MABIMS, Lembang,
2000.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986.
http://www.referensimakalah.com/2013/02/pengertian-keberagamaan.html
Diakses pada tanggal 02-04-2015 pada pukul 09:22 AM
http://suaramuslim.net/fiqih-tentang-gerhana-matahari-dan-bulan.html Diakses tanggal 30-03-2015, 09:25
PM
http://www.artikelsridianti.gejala.alam.sosial.dan.budaya.dalam.perilaku.keberagamaan.html Diakses pada tanggal 27-04-2015, pada pukul 01:48 PM
https://www.PonPes-Tarbiyatus-Shibyan-dan-Tarbiyatul-Banat.html Diakses
pada tanggal 16-04-2015 pada pukul 07:29 AM
[5] Mudji Raharto, Fenomena
Gerhana, dalam kumpulan tulisan Mudji Raharto, Pendidikan Pelatihan hisab
rukyah Negara-negara MABIMS, Lembang, 2000, hlm. 6
[7] http://www.artikelsridianti.gejala.alam.sosial.dan.budaya.dalam.perilaku.keberagamaan diakses pada tanggal 27-04-2015,
pada pukul 01:48 PM
No comments:
Post a Comment