AL MUHKAM WAL MUTASYABIH
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Shobirin, M.Ag
Di susun Oleh :
Rinova Suharti ( 1420210060 )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH / ES
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Al-Qur’an, selain merupakan wahyu, juga
merupakan bagian kehidupan umat yang dapat membukakan mata hati dalam diri
setiap insan. Firman Ilahi tersebut sudah dipandang sebagai kehidupan itu
sendiri dan tidak semata-mata kitab biasa. Layaknya sebuah kehidupan, untuk
dapat memahaminya biasanya diperlukan alat bantu yang kadang kala tidak
sedikit. Pada masa-masa permulaan turunnya, Al-Qur’an lebih banyak dihafal dan
dipahami oleh para sahabat nabi SAW. Sehingga kemudian tidak ada alternatif
lain bagi para sahabat kecuali berupaya menulisnya. Apabila tidak dituliskan,
maka mutiara yang bernilai demikian luhur dikhawatirkan akan bercampur dengan
hal-hal lain yang tidak diperlukan. Sehingga, firman Ilahi yang mengiringi
kehidupan umat Islam (dan juga seluruh umat manusia) telah tersedia dalam
bentuk tertulis, bahkan berbentuk sebuah kitab. Oleh sebab itu, tidak dapat
dihindari jika kemudian berkembang ilmu pengetahuan tentang Al-Qur’an yang
tidak lain tujuannya untuk mempermudah dalam memahaminya. Salah satu ilmu
pengetahuan tentang Alquran adalah ilmu muhkam dan mutasyabih, biasa diartikan
sebagai ilmu yang menerangkan tentang ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
dari muhkam dam mutasyabih ?
2. Bagaimana
sejarah perkembangan ilmu muhkam dan mutasyabih ?
3. Bagaimana sebab
terjadinya tasabuh dalam Al Quran ?
4. Apa saja ayat
yang termasuk muhkam dan mutasyabih dalam Al Quran ?
5. Apa hikmah dan
Nilai- nilai Pendidikan dalam Ayat- ayat Muhkam dan Mutasyabih?
6. Bagaimana
pandangan para Ulama menyikapi ayat- ayat mutasyabih ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Muhkam dan Mutsabih
Muhkam berasal dari kata Ihkam, yang berarti
kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Sedangkan secara
terminologi, Muhkam berarti ayat-ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan
keterangan dari ayat-ayat lain. Contoh: Surat Al-Baqarah ayat 83, yang Artinya:
“Dan (ingatlah) tatkala Kami membuat janji dengan Bani Israil, supaya jangan
mereka menyembah melainkan kepada Allah, dan terhadap kedua Ibu Bapak hendaklah
berbuat baik, dan (juga) kepada kerabat dekat, dan anak-anak yatim dan orang
orang miskin , dan hendaklah mengucapkan perkataan yang baik kepada manusia,
dan dirikanlah sholat dan keluarkanlah zakat. Kemudian, berpaling kamu ,
kecuali sedikit, padahal kamu tidak memperdulikan.
Kata Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang
secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada
kesamaran antara dua hal. Tasyabaha, Isytabaha sama dengan Asybaha (mirip,
serupa, sama) satu dengan yang lain sehingga menjadi kabur, tercampur.
Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas
maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang
tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang
mengetahuinya. Contoh: Surat Thoha ayat 5, yang Artinya: (Allah) Yang Maha
Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arasy’. [1]
Adapun menurut
pengertian terminologi (istilah), muhkam dan mutasyabih memiliki arti sebagai
berikut:
1.
Menurut
kelompok Ahlussunnah, ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat
diketahui dengan gamblang, baik melaui takwil (metafora) ataupun tidak.
Sementara itu, ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang maksudnya hanya dapat
diketahui Allah, seperti saat kedatangan Hari Kiamat, keluarnya Dajjal, dan
arti huruf-huruf muqaththa’ah.
2.
Menurut
Al- Mawardi, ayat-ayat muhkam adalah yang maknanya dapat dipahami akal, seperti
ayat-ayat mutasyabih adalah sebaliknya.
3.
Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa penakwilan,
sedangkan ayat-ayat mutasyabih memerlukan penakwilan untuk mengetahui
maksudnya.
4.
Ayat-ayat
muhkam adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman, dan janji, sedangkan
ayat-ayat mutasyabih berbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan.
Pada kesimpulannya, Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah
jelas, tidak samar lagi. Mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum
jelas.[2]
B.
Sejarah Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Secara tegas
dapat dikatakan bahwa asal mula adanya ayat-ayat muhkamah dan mutasyabihat
ialah dari Allah SWT. Allah SWT memisahkan atau membedakan ayat-ayat yang
muhkam dari yang mutasyabih, dan menjadikan ayat muhkam sebagai bandingan ayat
yang mutasyabihat. Allah SWT berfirman:
هوالّذي انزل عليك الكتب منه ايت محكمت هن ام الكتب واخر متشبهت (ال
عمران:)
Artinya: “Dia-lah yang telah
menurunkan Al-Kitab (Alquran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat
yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Alquran, dan yang lain ayat-ayat
mutasyabihat”. (Q. S. Ali Imron: 7)
Dari ayat tersebut, jelas Allah SWT menjelaskan bahwa Dia menurunkan
Alquran itu ayat-ayatnya ada yang muhkamat dan ada yang mutasyabihat. Menurut
kebanyakan ulama, sebab adanya ayat-ayat muhkamat itu sudah jelas, yakni
sebagaimana sudah ditegaskan dalam ayat 7 surah Ali Imran di atas. Di samping itu, Al Quran merupakan kitab yang muhkam, seperti
keterangan ayat 1 surah Hud:
كتب احكمت ايته (هو د:)
Artinya: “Suatu
Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi”.
Juga karena
kebanyakan tertib dan susunan ayat-ayat Alquran itu rapi dan urut, sehingga
dapat dipahami umat dengan mudah, tidak menyulitkan dan tidak samar artinya,
disebabkan kebanyakan maknanya juga mudah dicerna akal pikiran. Tetapi sebab adanya
ayat-ayat mutasyabihat dalam Alquran ialah karena adanya kesamaran maksud
syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan dengan
arti ayat lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam-macam dan
petunjuknya pun tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal-hal yang
pengetahuannya hanya dimonopoli oleh Allah SWT.[3]
C.
Sebab-Sebab Terjadinya Tasyabuh dalam Al Quran
Imam
Ar-Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil
Qur’an menyatakan bahwa sebab adanya tasyabuh (kesamaran) dalam Alquran itu
pada garis besarnya ada 3 hal, sebagai berikut:
1.
Kesamaran
dari aspek lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, sebagai berikut:
a.
Kesamaran
dari aspek lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib (asing), atau
yang musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.
b.
Kesamaran
lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas.
2.
Kesamaran
dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat-sifat hari
kiamat, sorga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu tidak terjangkau
oleh pikiran manusia.
3.
Kesamaran
dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek, sebagai berikut:
a.
Aspek
kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus. Contohnya,
ayat 5 surah At-Taubah:
فا قتلوا المشر
كين حيث وجد تموهم (التو بة:)
Artinya: “Maka bunuhlah kaum
musyrikin itu di manapun kalian temukan mereka itu”.
Di sini batas kuantitasnya yang
harus dibunuh masih samar.
b.
Aspek
cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban agama
atau kesunahannya. Contohnya, ayat 14 surah Thoha:
واقم الصلوة لذ
كر ى (طه:)
Artinya: “Dan dirikanlah salat
untuk mengingat Aku (Allah)”.
Dalam ayat ini terdapat kesamaran,
dalam hal bagaimana cara salat agar dapat mengingatkan kepada Allah SWT.
c.
Aspek
waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan. Contohnya,
dalam ayat 102 surat Ali Imran:
يايها الذين امنوا اتقوا الله حق تقاته (ال عمران:)
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa
kepada-Nya”.
Dalam ayat ini terjadi kesamaran,
sampai kapan batas taqwa yang benar-benar itu.
d.
Aspek
tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah, dalam ayat 189
surah Al-Baqarah:
وليس البر بآن
تآتوا البيو ت من ظهور ها (البقة:)
Atinya: “ Dan bukanlah kebajikan
memasuki rumah-rumah, juga samar”.
Tempat mana yang dimaksud dengan
baliknya rumah, juga samar.
Aspek
syarat-syarat melaksanakan sesuatu kewajiban juga samar, seperti bagaimana
syarat sahnya salat, puasa, haji, nikah, dan sebagainya.[4]
D. Macam – Macam
Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat
mutasyabihat dalam Alquran dengan adanya kesamaran maksud syarak dalam
ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan arti yang lain,
disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam-macamayat mutasyabihat itu
ada 3 macam, sebagai berikut:
1.
Ayat-ayat
mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manuia, kecuali Allah
SWT.
Contohnya
seperti Dzat Allah SWT, hakikat sifat-sifat-Nya, waktu datangnya hari kiamat
dan sebagainya. Hal-hal ini termasuk urusan-urusan ghaib yang diketahui Allah
SWt, seperti ayat 34 surah Lukman:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
kiamat., dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana
dia akan mati.”
2.
Ayat-ayat
mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan
pengkajian yang mendalam.
Contohnya
seperti merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak, mengqayyidkan yang
mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dan sebagainya.
3.
Ayat-ayat
mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sain, bukan
oleh semua orang, apalagi orang awam. Hal-hal ini termasuk urusan-urusan yang
hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang-orang yang rosyikh ilmu
pengetahuannya, seperti keterangan ayat 7 surah Ali Imrom: 1
E. Hikmah dan
Nilai- Nilai Pendidikan dalam Ayat- Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Al-Quran adalah rahmat bagi seluruh alam, yang
didalamnya terdapat berbagai mukzijat dan keajaiban serta berbagai misteri yang
harus dipecahkan oleh umat di dunia ini. Alloh tidak akan
mungkin memberikan sesuatu kepada kita tanpa ada sebabnya. Di bawah ini ada
beberapa hikmah tentang adanya ayat-ayat muhkan dan mutasyabih, diantara
hikmahnya adalah :
1.
Andai
kata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka
akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.
2.
Apabila
seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah
kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar
keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sis Allah, segala yang datang
dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.
لاَ يَأْتِيْهِ
الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلاَ مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيْلٌ مِنْ حَكَيْمٍ
حَمِيْدٍ
Terjemahan: “Tidak
akan datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari
belakang, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha Bijaksana
lagi Maha Terpuji”.(Q.S. Fushshilat [41]: 42)
1.
Al-Qur’an
yang berisi ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat,
menjadi motivasi bagi umat Islam untuk terus menerus menggali berbagai
kandungannya sehingga kita akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an dengan
khusyu’ sambil merenung dan berpikir.
2. Ayat-ayat Mutasyabihat ini
mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya, sehingga
menambah pahala bagi orang yang mengkajinya. Jika Al-Quran mengandung
ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan
tarjih antara satu dengan yang lainnya. Hal ini memerlukan berbagai ilmu,
seperti ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, ilmu bayan, ushul fiqh dan sebagainya.
Apabila ayat-ayat mutasyabihat itu tidak ada niscaya tidak akan ada ilmu-ilmu
tidak akan muncul.
Menurut Yusuf Qardhawi, adanya muhkam dan mutasyabih sebenarnya
merupakan ke-mahabijaksanaan-Nya Allah, bahwa Al-Qur’an ditujukan kepada semua
kalangan, karena bagi orang yang mengetahui berbagai tabiat manusia, di antara
mereka ada yang senang terhadap bentuklahiriyah dan telah merasa
cukup dengan bentuk literal suatu nash. Ada
yang memberikan perhatian kepada spritualitas suatu nash, dan tidak
merasa cukup dengan bentuk lahiriyahnya saja, sehingga ada orang
yang menyerahkan diri kepada Allah dan ada orang yang melakukan pentakwilan,
ada manusia intelek dan manusia spiritual. mengajarkan
”ajaran” muhkam dan mutasyabih kepada manusia agar kita
mengakui adanya perbedaan karakter pada setiap individu, sehingga kita harus
menghargainya. Kalau kita sebagai guru, sudah sepatutnya meneladani-Nya untuk
kita aplikasikan dalam menyampaikan pelajaran yang dapat diterima oleh peserta
didik yang berbeda-beda dalam kecerdasan dan karakter.
F. Pandangan Para Ulama Menyikapi Ayat-ayat Mutasyabih
Pada dasarnya perbedaan pendapat
para Ulama dalam menanggapi sifat-sifat mutasyabihat dalam Al-Qur’an
dilatarbelakangi oleh perbedaan pemahaman atas firman Allah SWT dalam Al-Qur’an
Surah Ali Imran ayat 7.
Subhi Al-Shalih membedakan pendapat para
ulama ke dalam dua mazhab, yaitu:
1. Mazhab Salaf
Yaitu orang-orang yang mempercayai dan
mengimani sifat-sifat mutasyabihat ini dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah
sendiri. Para Ulama Salaf mengharuskan kita berwaqaf (berhenti) dalam membaca
QS. Ali Imran : 7 pada lafal jalalah. Hal ini memberikan pengertian bahwa hanya
Allah yang mengerti takwil dari ayat-ayat mutasyabihat yang ada. Mazhab ini
juga disebut mazhab Muwaffidah atau Tafwid
2. Mazhab Khalaf
Yaitu orang-orang yang mentakwilkan
(mempertangguhkan) lafal yang mustahil dzahirnya kepada makna yang layak dengan
zat Allah. Dalam memahami QS. Ali-Imran : 7 mazhab ini mewaqafkan bacaan
mereka pada lafal “Warraasikhuuna fil ‘Ilmi”. Hal ini memberikan pengertian
bahwa yang mengetahui takwil dari ayat-ayat mutasyabih adalah Allah dan
orang-orang yang Rasikh (mendalam) dalam ilmunya. Mazhab ini disebut juga
Mazhab Muawwilah atau Mazhab Takwil.
Berikut ini
adalah beberapa contoh sifat-sifat mutasyabih yang menjadikan perbedaan
pendapat antara mazhab Salaf dan mazhab Khalaf:
1.
Lafal
“Ístawa” pada Al-Qur’an surah Thaha ayat 5. Allah berfirman:
Artinya:
“(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas ‘Ars.”
Dalam ayat ini diterangkan bahwa pencipta langit
dan bumi ini adalah Allah Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arsy.
Menurut
mazhab Salaf, arti kata Istiwa’ sudah jelas, yaitu bersemayam (duduk) di atas
Arsy (tahta). Namun tata cara dan kafiatnya tidak kita ketahui dan diharuskan
bagi kita untuk menyerahkan sepenuhnya urusan mengetahui hakikat kata Istiwa’
itu kepada Allah sendiri. Sedangkan mazhab Khalaf memaknakan Istiwa’ dengan
ketinggian yang abstrak berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa
merasa kepayahan.
2.
Lafal
“yadun” pada Al-Qur’an surah Al-Fath ayat 10. Allah berfirman:
Artinya:
”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka
berjanji setia kepada Allah tangan Allah di atas tangan mereka.”
Pada ayat
di atas terdapat lafal yadun yang secara bahasa berarti tangan. Para ulama
salaf mengartikan sebagaimana adanya dan menyerahkan hakikat maknanya kepada
Allah. Sedangkah ulama Khalaf memaknai lafal yadun dengan “kekuasaan” karena
tidak mungkin Allah itu mempunyai tangan seperti halnya pada makhluk.[5]
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
1. Muhkam berarti ayat-ayat yang jelas maknanya,
dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain. Mutasyabih berarti
ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan
takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu,
atau hanya Allah yang mengetahuinya.
2. Sejarah
perkembangannya sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Alquran ialah karena
adanya kesamaran maksud syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami
umat, tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan
dengan bermacam-macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena sebagian besar
merupakan hal-hal yang pengetahuannya hanya dimonopoli oleh Allah SWT.
3. Sebab
terjadinya tasyabuh dalam Alquran yaitu Kesamaran dari
aspek lafal saja, kesamaran dari aspek maknanya, kesamaran dari aspek lafal dan
maknanya.
4. Macam – Macam
Ayat Muhkam dan Mutasyabih:
a.
Ayat-ayat
mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manuia, kecuali Allah
SWT.
b.
Ayat-ayat
mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan
pengkajian yang mendalam.
c.
Ayat-ayat
mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sain, bukan
oleh semua orang, apalagi orang awam.
5.
Hikmah adanya ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih:
a. Andai kata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari
ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal
karena pengertian ayat yang jelas.
b. Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat,
niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia
orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sis Allah,
segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan
kebatilan.
6. Pandangan para Ulama adanya ayat Mtasyabih dikemas
dalam 2 Madzhab:
a. Mazhab Salaf
b. Mazhab
Khalaf
DAFTAR PUSTAKA
Rosihon
Anwar, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2013.
Abdul
Djalal, Ulumul Qur’an , Dunia Ilmu, Surabaya, 1998.
No comments:
Post a Comment