BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Nabi
Muhammad SAW wafat pada tanggal 12 Rabiulawal tahun 11 H atau tanggal 8 Juni
632 M. Sesaat setelah beliau wafat, situasi di kalangan umat Islam sempat
kacau. Hal ini disebabkan Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk calon penggantinya
secara pasti. Dua kelompok yang merasa paling berhak untuk dicalonkan sebagai
pengganti Nabi Muhammad SAW adalah Kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Terdapat
perbedaan pendapat antara Kaum Muhajirin dan Anshar karena kaum Muhajirin
mengusulkan Abu Bakar as Shiddiq, sedangkan kaum Anshar mengusulkan Sa’ad bin
Ubadah sebagai pengganti nabi Muhammad SAW.
Perbedaan pendapat antara dua kelompok tersebut akhirnya dapat diselesaikan secara damai setelah Umar bin Khatab mengemukakan pendapatnya. Selanjutnya, Umar menegaskan bahwa yang paling berhak memegang pimpinan sepeninggal Rasulullah adalah orang-orang Quraisy. Alasan tersebut Dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Perbedaan pendapat antara dua kelompok tersebut akhirnya dapat diselesaikan secara damai setelah Umar bin Khatab mengemukakan pendapatnya. Selanjutnya, Umar menegaskan bahwa yang paling berhak memegang pimpinan sepeninggal Rasulullah adalah orang-orang Quraisy. Alasan tersebut Dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Melihat
dari masalah itu kami dari penulis mencoba untuk membahas tentang Khulafaur
Rasyidin. Tidak terlepas dari hal ini semoga makalah ini bisa membantu
kesulitan teman-teman dalam memahami tentang Khulafaur Rasyidin.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pengertian Khulafaurrasyidin?
2.
Bagaimana
perkembangan islam pada masa Khalifah
Abu Bakar As-Shidiq?
3.
Bagaimana perkembangan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab ?
4.
Bagaimana perkembangan Islam pada masa Khalifah Utsman bin Affan ?
5.
Bagaimana perkembangan Islam pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Khulafaurrasyidin
Khulafaur Rasyidin berasal dari dua
kata yaitu Khulafaur dan Ar-Rasyidin. Kata Khulafa adalah bentuk jamak dari
kata Khalifah yang artinya pengganti. Sedangkan kata Ar-Rasyidin artinya
mendapat petunjuk. Adapun kata Ar-Rasyidin itu berartiarif dan bijaksana. Jadi
Khulafaur Rasyidin mempunyai arti pemimpin yang bijaksana sesudah Nabi Muhammad
SAW wafat. Mereka itu terdiri dari para sahabat Nabi Muhammad SAW yang
berkualitas tinggi dan baik, adapun sifat-sifat yang dimiliki Khulafaur
Rasyidin sebagai berikut:
1.
Arif
dan bijaksana
2.
Berilmu
yang luas dan mendalam
3.
Berani
bertindak
4.
Berkemauan
yang keras
5.
Berwibawa
6.
Belas
kasihan dan kasih sayang
7.
Berilmu
agama yang sangat luas serta melaksanakan hukum-hukum Islam.
Para sahabat yang disebut Khulafaur
Rasyidin terdiri dari empat orang Khalifah, yiatu:
1.
Abu
Bakar As-Shidiq (11-13 H/632-634 M)
2.
Umar
bin Khattab (13-23 H/634-644 M)
3.
Usman
bin Affan (23-35 h/644-656 M)
4.
Ali
bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)[1]
B.
Perkembangan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar As-shiddiq
Setelah Rasulullah SAW wafat, kaum
muslimin dihadapkan sesuatu problema yang berat, karena Nabi sebelum meninggal tidak
meninggalkan pesan apa dan siapa yang akan mengganti sebagai pimpinan umat.
Suasana wafatnya rasul tersebut menjadikan umat Islam dalam kebingungan. Hal
ini karena mereka sama sekali tidak siap kehianagn beliau baik sebagai
pemimpin, sahabat, maupun sebagai pembimbing yang mereka cintai.
Di
tengah kekosongan pemimpin tersebut, ada golongan sahabat dari Anshar yang
berkumpul di tempat Saqifah Bani Sa’idah, sebuah tempat yang biasa digunakan
sebagai pertemuan dan musyawarah penduduk kota Madinah. Pertemuan golongan
Anshar di Saqifah Bani Sa’idah tersebut dipimpin seorang sahabat yang sangat
dekat dengan Rasulullah SAW, ia adalah Saad bin Ubadah tokoh terkemuka suku
Khazraj.
Pada waktu Saad bin Ubadah mengajukan
wacana dan gagasan tentang siapa yang pantas untuk menjadi pemimpin sebagai
pengganti Rasulullah ia menyatakan bahwa kaum Ansharlah yang pantas memimpin
kaum muslimin. Ia mengemukakan demikian sambil berargumen bahwa golongan
Ansharlah yang telah banyak menolong Nabi dan kaum Muhajirin dari kejaran dan
penindasan orang-orang kafir Quraisy. Tentu saja gagasan dan wacana ini
disetujui oleh para sahabat dari golongan Anshar. Pada saat beberapa tokoh
Muhajirin seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah dan
sahabat Muhajirin yang lain mnegetahui pertemuan orang-orang Anshar tersebut,
mereka segera menuju ke Saqifah Bani Sa’idah. Dan pada saat orang-orang
Muhajirin datang ke Saqifah Bani Sa’idah, kaum Anshar nyaris bersepakat untuk
mengangkat dan membaiat Saad bin Ubadah menjadi khalifah. Karena pada saat
tersebut para tokoh Muhajirin juga datang maka mereka juga diajak untuk
mengangkat dan membaiat Saad bin Ubadah. Namun, kaum Muhajirin yang diwakili
Abu Bakar menolaknya dengan tegas membaiat Saad bin Ubadah. Abu Bakar
mengatakan pada golongan Anshar bahwa jabatan khalifah sebaiknya diserahkan kepada kaum Muhajirin. Alasan Abu
Bakar adalah merekalah yang lebih dulu memeluk Agama Islam. Kaum Muhajirin
dengan perjuangan yang berat selama 13 tahun menyertai Nabi dan membantunya
mempertahankan Islam dari gangguan dan penindasan kaum kafir Quraisy di Mekah.
Dengan usulan Abu Bakar, golongan Anshar tidak dapat membantah usulannya. Pada
saat yang bersamaan Abu BAkar menunjuk dua orang Muhajirin di sampingnya yang
dikenal sangat dekat dengan Nabi, yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin
Jarrah. Abu Bakar mengusulkan agar memilih satu diantara keduanya untuk menjadi
khalifah. Demikian kata Abu Bakar kepada kaum Anshar sembari menunjuk Umar dan
Abu Ubaidah. Namun sebelum kaum Anshar merespon usulan Abu Bakar, Umar dan Abu
Ubaidah justru menolaknya dan keduanya justru balik menunjuk dan memilih Abu
Bakar. Secara cepat dan tegas Umar mengayungkan tangannya ketangan Abu Bakar
dan mengangkat tangan Abu Bakar dan membaiatnya. Lalu apa yang dilakukan Umar
segera diikuti oleh Abu Ubaidah, dan akhirnya diikuti kaum Anshar untuk
membaiat Abu Bakar kecuali Saad bin Ubadah.
Sifat dan sikap Abu Bakar As-Shidiq
tidak berubah meski beliau sudah menjadi khalaifah. Ketika beliau memerintah,
beliau menunjukkan sebagai khalifah besar. Beberapa prestasi yang ditorehkan
sebagai hasil usaha keras beliau dapat diperhatikan pada uraian di bawah ini.
1.
Memerangi
Orang-Orang Murtad
Pemerintahan Abu Bakar As-Shidiq
pernah digoncang persoalan disintegrasi (memisahkan diri), yaitu beberapa suku
bangsa Arab dari Hijaz dan Nejed menyatakan melepaskan diri dari sistem dan
kekuasaan kekhalifahan resmi bagi umat Islam itu. Bentuk pembangkangan tersebut
misalnya menolak membayar zakat dan tidak mengakui sistem pemerintahan Islam.
Adapula yang bahkan kembali kepada agama lama yaitu menyembah berhala. Suku-suku tersebut beralasan bahwa
mereka hanya loyal terhadap perjanjian dengan Nabi Muhammad SAW sehingga dengan
wafatnya Nabi SAW tidak ada lagi alasan untuk tetap loyal kepada Islam.
Abu Bakar As-Shidiq sangat memahami
sifat kesukuan yang sangat kuat cenderung kepada pemimpinnya kerana memenag
bangsa Arab terkenal memilii sifat kesukuan yang sangat tinggi. Mereka sangat
egois dan selalu merasa bahwa suku mereka adalah yang tertinggi. Dampak dari
kuatnya sifat paternalistik itu maka ketika pemimpin mereka memeluk Islam,
rakyatnya juga Islam semua. Padahal kalau memeluk Islam para pemimpin itu akan
kehilangan pengaruh dalam masyarakat mereka karena pemimpin suku harus tunduk
dengan aturan Islam. Hal ini juga dapat menyebabkan adanya gerakan murtad
(riddah), apalagi tingkat keimmana mereka masih lemah.
Hal itu tentu menimbulkan gangguan
dan ancaman bagi persatuan dan stabilitas pemerintahan, karena gerakan itu
terjadi hampir di seluruh negeri di Jazirah Arab. Menghadapi keadaan yang
berbahaya tersebut, khalifah Abu Bakar As-Shidiq menunjukkan sikap tegasnya.
Misalnya dalam ucapannya bahwa andai saja zakat itu hanya sautas tali unta,
tetapi mereka tidak mau menunaikannya, mak akan tetap diperangi. Meski demikian
khalifah Abu Bakar As-Shidiq berpesan kepada para panglima agar tetap
mengedepankan pendekatan dakwah untuk memperoleh kemenangan dan kedamaian.
Dengan ketegasan khalifah Abu Bakar
As-Shidiq, banyak di antara mereka yang berpikir untuk melawan sehingga mereka
tunduk lagi kepada pemerintahan Islam, selebihnya mereka ada yang memilih
perang daripada harus berdamai dengan pasukan Islam. Para pembangkang itu
dipimpin oleh para Nabi palsu.
Dikatakn sebagai Nabi palsu karena
mereka mengangkat dirinya sebagai Nabi untuk menghancurkan Islam. Para nabi
palsu itu antara lain:
a.
Aswad
Al-Ansi
b.
Tulaihah
bin Khawailid Al-Asadi
c.
Malik
bin Nuwairah
d.
Musailamah
Al-Kadzab
Aswad Al-Ansi adalah pemimpin suku
Badui di Yaman, mereka berhasil merebut Najram dan Sana dari kekuasaan Islam.
Pemberontakan Aswad Al-Ansi segera ditangani oleh Abu Bakar As-Shidiq dengan
mengirimkan Zubair bin Awwam untuk menghancurkan mereka. Ketika Zubair bin
Awwam tiba di Yaman, Aswad Al-Ansi telah mati terbunuh ditangan gubernur Yaman,
pasukan Islam kembali berhasil menguasai Yaman.
Tulaihah bin Khawailid Al-Asadi juga
mengaku dirinya sebagai nabi, para pengikutnya berasal dari Bani Asad, Bani
Ghatafan, dan bani Amir. Khalifah Abu Bakar As-Shidiq segera tanggap kemudian
memerintahkan Khalid bin Walid untuk memimpin pasukan dan memerangi mereka.
Pertempuran yang terjadi di dekat sumur Buzakkah itu akhirnya berhasil
dimenangkan oleh pasukan muslim.
Malik bin Nuwairah yang menguasai
Bani Yarbu dan Bani Tamim, tidak lagi mengakui kebenaran Islam, sepeninggalan
Rasulullah SAW. Setelah upaya damai tidak ditanggapi, kecuali menantang perang
maka pasukan Khalid bin Walid bergerak menuju perkampungan mereka. Malik bin
Nuwairah mati terbunuh dalam pertempuran tersebut. Hal itu membuat pasukan
musuh bercerai berai dan banyak juga yang melarikan diri ke luar daerah.
Musailamah Al-Kazab adalah nabi palsu
yang mendapat pengikut dari Bani Hanifah di Yamamah. Ia mengawini Sajah yang
juga mengaku sebagai nabi, tetapi berasal dari agama Kristen. Suami istri itu
kemudian berhasil membentuk pasukan besar yang berkekuatan 40.000 orang.
Menghadapi pasukan besar itu, khlifah Abu Bakar As-Shidiq segera memerintahkan
Ikrimah bin Abu Jahal dan Syurahbil bin
Hasanah untuk menghancurkan mereka.
Pada pertempuran itu pasukan di bawah
pimpinan Ikrimah terdesak, tetapi tak berselang lama pasukan Muslim pimpinan
Khalid bin Walid datang tepat waktu sehingga serangan berbalik. Pasukan Muslim
bertempur tanpa mengenal takut didasari jihad fi sabilillha. Akhirnya pasukan
kaum pemberontak itu dipukul mundur, lebih dari 10.000 orang dari pasukan
murtad terbunuh, termasuk sang nabi palsu Musailamah Al-Kazab.
Perang melawan pasukan Musailamah
Al-Kazab ini termasuk perang yang terbesar selama memerangi kaum pemberontak
yang disebut perang Yamamah. Dalam perang itu kaum muslim banyak yang sahid,
termasuk para penghafal Al-Qur’an.
Pasukan Muslim yang telah
menyelesaikan tugas perang Yamamah dan memporak-porandakan pasukan Musailamah
Al-Kazab, kemudian melanjutkan perjalanan ke Bahrain, Oman, dan Yaman. Di
tempat-tempat tersebut, pasukan Muslim juga memerangi kaum yang murtad dan
berhasil mengalahkan mereka.
Seluruh perang melawan pemberontak
yang murtad tersebut disebut perang Riddah karena memerangi kaum yang murtad.
Pasukan Muslim berhasil memerangi seluruh pertempuran. Dengan kemenangan itu
maka kewibawaan Islam kembali naik. Akhirnya seluruh kaum Jazirah Arab
menyatakan tunduk dengan aturan Islam.
2.
Kodifikasi
Al-Qur’an
Kodifikasi Al-Qur’an merupakan upaya
keras Khalifah Abu Bakar As-Shidiq sehingga dapat memberi manfaat sampai
sekarang. Dengan usaha itu kita akhirnya dapat mengenal adanya mushaf
Al-Qur’an. Sebelum dilakukan pengumpulan, mushaf Al-Qur’an berserakan di
berbagai tempat dan tertulis di berbagai benda. Khalifah Abu Bakar As-Shidiq
melakukan upaya pengumpulan wahyu Allah itu setelah mendapatkan saran dari Umar
bin Khattab, yang ketika itu beliau menjadi penasihat utama khalifah Abu Bakar
As-Shidiq.
Memang mulanya saran Umar bin Kahttab
ini ditolak oleh khalifah Abu Bakar As-Shidiq, namun dengan alasan yang kuat
dari Umar bin Khattab, khalifah Abu Bakar As-Shidiq bersedia mewujudkan
pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Umar bin Khattab ketika itu menyatakan bahwa
para penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur dalam pertempuran perang Yamamah,
juga mengkhawatirkan akan hilangnya mushaf-mushaf yang berserakan itu.
Kemudian khalifah Abu Bakar As-Shidiq
menunjuk Zaid bin Tsabit untuk memimpin pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Alasan
khalifah Abu Bakar As-Shidiq menunjuk Zaid bin Tsabit karena beliau ketika Nabi
Muhammad SAW masih hidup adalah sekretaris pribadi yang dengan bimbingan Nabi
SAW selalu menulis wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW. Setelah dituls oleh
Zaid bin Tsabit kemudian dihafalkan oleh para sahabat. Adapula beberapa sahabat
yang menulis lagi ke pelepah kurma, bebatuan, atau tulang belulang utuk
diajarakan atau disampaikan kepada kaum muslimin yang jauh dari jangkauan informasi.
Setelah proyek besar itu selesai,
mushaf ayat-ayat Al-Qur’an tersebut disimpan khalifah Abu Bakar As-Shidiq.
Mushaf itu menjadi pedoman utama pembelajaran Al-Qur’an bagi seluruh kaum
muslimin. Sepeninggal khalifah Abu Bakar As-Shidiq, mushaf tersebut disimpan
oleh Hafsah bin Umar, putri Umar bin Khattab, yang juga salah satu istri Nabi
SAW.
3.
Perluasan
Wilayah Islam
Setelah kondisi dalam negeri menunjukan
tanda-tanda aman dan terkendali, maka khalifah Abu Bakar As-Shidiq mulai dengan
misi dakwahnya yaitu menyebarkan ajaran Islam ke daerah lain. penyebaran Islam
sebagai rahmat bagi segenap alam itu dilakukan dengan upaya pendekatan damai
sehingga bukan bentuk dari penjajahan.
Khalifah Abu Bakar As-Shidiq menekankan
kepada para panglima untuk menghindari peperangan sebelum upaya damai
dilakukan. Hal-hal yang ditekankan oleh khalifah Abu Bakar As-Shidiq kepada
para da’i atau tentara Islam ketika berdakwah di daerah baru, yaitu sebagai
berikut:
a.
Diajak
untuk memeluk Isam, sehingga mendapatkan perlindungan jiwa serta hartanya.
b.
Tidak
memaksa untuk memeluk Islam, kalau tidak mau maka harus membayar jizyah (pajak
perlindungan yang snagat ringan). Dengan begitu mereka mendapat perlindungan
jiwa dan hartanya pula.
c.
Apabila
dengan jalan damai tidak mau, maka akan mereka perangi.
Dengan ketiga pedoma itu, para pendakwah
atau kaum Muslimin mendapat sambutan yang menggembirakan dari penduduk daerah
baru tersebut. Tak dipungkiri, sebenarnya banyak rakyat dari daerah lain yang
sangat mengharapakan kedatangan kaum Muslimin karena kepenatan terhadap keadaan
mereka. Hal itu membuktikan bahwa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam
benar-benar menjadi kenyataan.
Daerah baru yang menjadi sasaran dakwah
kaum muslimin adalah daerah yang berada di bawah kekuasaan Persia dan Bizantium.
Kekaisaran Persia meliputi daerah yang
luas dari Irak bagian barat, Suriah (Syam), hingga bagian utara Jazirah Arab.
Banyak kabilah Arab yang tunduk di bawah kekuasaan mereka. Melihat cahaya Islam
belum menyentuh daerah itu maka Khalifah Abu Bakar As-Shidiq mengirimkan dua
panglima yaitu Khalid bin Walid dan Musanna bin Harisah untuk mengajak daerah
tersebut masuk dalam kekuasaan Islam.
Seluruh daerah Hirah, Anbar, Daumatul
Jandal, dan Fars dapat mereka kuasai. Peperangan di wilayah kekuasaan Persia itu
berhenti setelah Abu Bakar meminta Khalid bin Walid berangkat ke Suriah, untuk
menambah kekuatan pasukan muslim yang menghadapi pasukan sangat besar dari
Bizantium. Pemegang pimpinan pasukan kemudian dialihkan kepada Musanna bin
Harisah.
Kekaisaran Bizantium memusatkan
pemerintahannya di kota Damaskus, Suriah untuk mengendalikan daerah jajahan di
Arab dan sekitarnya.
Dengan
kekuatan tentara Bizantium yang sangat besar itu maka untuk menghadapi mereka,
Khalifah Abu Bakar mengirimkan pasukan kaum Muslimin yang dikirim tersebut
adalah:
1)
Pasukan
Yazid bin Abu Sofyan ke Damaskus
2)
Pasukan
Amru bin Ash ke Palestina
3)
Pasukan
Syurahbil bin Hasanah ke Yordania
4)
Pasukan
Abu Ubaidah bin Jarrah ke Hims
Seluruh pasukan kaum Muslimin ketika
itu berjumlah 18.000 personil. Sedangkan pasukan Romawi berjumlah 240.000
orang. Kekuatan yang tidak seimbang itu menjadikan pasukan kaum Muslimin sulit
untuk menembus musuh. Khalifah Abu BAkar As-Shidiq kemudian memerintahkan
Khalid bin Walid berangkat menuju Syam. Perjalanan melelahkan ditempuh oleh
Khalid bin Walid selama 18 hari, sebagai perjalanan yang bersejarah karena
menempuh dua padang sahara yang belum pernah dilewatinya. Setelah sampai ia
langsung bergabung dengan pasukan Muslim yang ada di sana.
Peretmpuran sengit terjadi di pinggir
sungai Yarmuk, maka perang besar tersebut disebut perang Yarmuk. Ketika perang
hebat masih berlangsung, pasukan kaum Muslimin mendengar kabar bahwa Khalifah
Abu Bakar meninggal dunia.
Posisi
Khalifah Abu Bakar As-Shidiq diganti oleh Umar bin Khattab. Bersamaan dengan
itu Khalid bin walid digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Perang Yarmuk yang
memakan korban jiwa dan harta itu akhirnya membuahkan hasil gemilang. Kaum
Muslimin dapat memenangkan pertempuran itu sehingga menjadi kunci utama
hancurnya kekaisaran Bizantium di tanah Arab.[2]
C.
Perkembangan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab
Umar bin Khattab
dilahirkan di kota Makkah pada tahun 40 sebelum hijriah atau tahun 13 di tahun
gajah. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza Al-Quraisy. Ia berasal
dari suku Bani Ady. Silsilahnya berkaitan dengan garis keturunan Nabi Muhammad
SAW pada generasi kedelapan. Nama lengkap Umar bin Khattab adalah Umar bin
Khattab bin Nufail Al-Quraisy.[3]
Umar bin Khattab
masuk islam pada tahun kelima setelah kenabian dan menjadi salah satu sahabat
Nabi Muhammad SAW. Sebelum Islam, di Kota Makkah ia sangat berpengaruh di
kalangan bangsanya, karena pada waktu itu ia adalah seorang yang gagah berani,
cerdas, tangkas dan kuat. Ia termasuk pemuka kaum Quraisy yang sangat memusuhi
Nabi Muhammad SAW sebagaimana Abu Jahal. Umar masuk islam karena mendengan
untaian ayat Setelah masuk Islam ia
berkorban untuk melindungi Nabi Muhammad SAW dan agama Islam dan ikut berperang
dalam peperangan.[4]
Umar
bin Khattab adalah orang yang sangat cerdas. Umar bin Khattab adalah
satu-satunya sahabat Nabi Muhammad SAW yang tidak serta merta menerima
keputusan Nabi Muhammad SAW terhadap suatu masalah. Akan tetapi, jika keputusan
itu berdasarkan wahyu dari Allah SWT dan bukan pemikiran Nabi Muhammad SAW,
Umar bin Khattab langsung menaatinya. Umar bin Khattab juga sangat tegas dalam
membedakan kebenaran dan kebatilan. Karena ketegasan tersebut, Rasulullah SAW
memberikan gelar Al-Faruq yang
artinya pemisah atau pembeda. Menjelang kematian Abu Bakar As-Siddiq menunjuk
Umar bin Khattab sebagai penggantinya.[5]
Banyak prssetasi yang diraih oleh
Khalifah Umar bin Khattab saat menjabat sebagai khalifah adalah sebagai
berikut:
1.
Perluasan
wilayah Islam
Perkembangan
Islam pada masa khalifah Umar bin Khattab sangat luas hingga sampai Negara
Persia, Palestina, Syam dan Mesir.[6]
Wilayah Islam pada waktu itu meliputi bekas dua imperium besar taitu Persia dan
romawi Timur atau Bizantium. Bangsa Arab khususnya, umumnya umat islam
mendapatkan kemudahan dalam menaklukkan wilayah Romawi Timur karena didukung
oleh persamaan etnis, kemiripan bangsa dan hubungan dagang yang terjalin
sebelumnya. Selanjutnya karena didukung oleh hubunga yang buruk antara penguasa
Romawi dengan bangsa-bangsa yang ada di bawah pemerintahannya. Kondisi itu
dipicu oleh perbedaan faham agama antara para penguasa dengan rakyat pribumi
dan tingginya beban pajak yang diluar kemampuan masyarakat jajahan.
Oleh karena faktor-faktor di atas, maka
kehadiran bangsa Arab mendapat sambutan dengan harapan agar mereka dapat
terbebas dari pemerintahan Romawi dan sikap dictator atau perlakuan otoriter
gereja Bizantium. Perluasan wilayah pada masa khalifah Umar bin Khattab
pertama-tama melanjutkan usaha perluasan yang telah dilakukan oleh khalifah Abu
Bakar As-siddiq. Secara berturut-turut, pasukan Islam berhasil menguasai
Suriah, Persia dan Mesir.
Pada
waktu itu, Suriah merupakan perdagangan yang penting. Oleh karena itu, Umar bin
Khattab berusaha merebut mati-matian. Wilayah Suriah memiliki beberapa kota
yang menjadi pusat kekuasaan Romawi Timur (Bizantium) yang beragama Kristen.
Beberapa kota tersebut adalah Damaskus, Yordania, Yerussalem, Hims dan
Antionika. Perluasan wilayah ke Mesir dilakukan kaum muslimin dibawah pimpinan
Amru bin Ash. Sebelum masuk Islam, Amru bin Ash telah berulang kali mengikui
kafilah dagang ke Mesir. Oleh karena itu, ia mengetahui seluk beluk dan kondisi
Mesir. Atas perintah khalifah Umar bin Khattab berangkatlah 4.000 pasukan Islam
ke Mesir. Sebelum berangkat, khalifah Umar bin Khattab menyampaikan pesan
“berangkatlah dan mudah-mudahan keberhasilan menyertaimu. Apabila menerima
surat dariku sebelum sampai ke mesir, kembalilah.” Amru bin Ash mencapai
perbatasan Mesir pada bulan Desember 639 M. mula-mula ia merebut kota Al-Farama
di Mesir Timur. Ia kemudian sampai di Benteng Babilon yang termasyhur. Tempat
ini merupakan pusat kekuatan kekaisaran Bizantium yang besar. Setelah bertempur
beberapa lamanya, kaum muslimin berhasil menguasai benteng ini serta
wilayah-wilayah Mesir lainnya.
Kemenangan-kemenangan umat Islam
menjadikan Wilayah Islam pada masa khalifah Umar bin Khattab meluas hingga
Afrika Utara, Armenia dan sebagian wilayah Eropa Timur. Untuk memudahkan
jalannya pemerintahan, khalifah Umar bin Khattab membagi wilayah Islam menjadi
beberapa provinsi serta menunjuk seorang gubernur untuk memerintah wilayah
tersebut. Misalnya Sa’ad bin Abi Waqas memerintah di Kufah, Amru bin Ash di
Mesir dan Mu’awiyah bin Sufyan di Damaskus.
2.
Penerapan
kalender hijriah
Tahukah
kalian bahwa yang menetapkan sistem
kalender hijriah adalah khalifah Umar bin Khattab? Sebelum kalender hijriah
ditetapkan, orang-orang menggunakan system kalender masehi. System ini banyak
digunakan orang-orang nasrani. Agar berbeda dengan nasrani kaum muslimin juga
berkeinginan untuk mempunyai system kalender sendiri. Sedangkan kaum muslim
mengusulkan bahwa tahun Islam dimulai sejak Nabi Muhammad lahir. Sebagian
lainnya mengusulkan agar tahun Islam dimulai sejak Nabi Muhammad SAW diangkat
menjadi rasul
Akhirnya
khalifah Umar bin Khattab menetapkan kalender Islam berdasarkan hijrahnya Nabi
Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Hal itu disebabkan hijrah merupakan titik
balik dari kemenangan Islam. Periode dakwah sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah
disebut periode Makkah, sedangkan periode dakwah setelah beliau hijrah dikenal
sebagai periode Madinah. Demikian juga pembagian surat-surat Al-Qur’an. Surat
yang turun sebelum hijrah disebut surat makkiyah, sedangkan surat Al-Qur’an
yang turun setelah hijrah disebut surat Madaniyah.
3.
Membangun
kota Basrah
Pada
tahun 16 H/ 636 M. Kota Basrah dibangun setelah tentara Islam pimpinan Sa’ad
bin Abi Waqash menguasai Irak. Pemilihan tempat tersebut dilakukan sendiri oleh
Umar bin Khattab yaitu sebuat tempat dekat dengan kota pelabuhan Ubullah di
Teluk Persia.
Selama
pemerintah Umar bin Khattab kota Basrah dijadikan markas tentara Islam. Untuk
mengajarkan Islaam pada penduduk Basrah, khalifah Umar mengirimkan ulama. Ulama
dari Madinah ke kota Basrah diantaranya Hasan Al Basri. Sejak saat itu Basrah
menjadi salah satu pusat pendidikan di dunia Islam.
4.
Membangun
masjid Amr bin Ash
Masjid
ini adalah masjid yang pertama dibangun di Mesir dan di Afrika tahun 21 H/642
M. ketika itu letaknya di kota Fusthat ditengah-tengah perumahan kaum muslimin.
Masjid ini digunakan untuk beribadah dan berkumpul membahas urusan dunia dan
agama.[7]
5.
Menetapkan
hukum tentang masalah-masalah yang baru
Dalam
ketetapan itu sering seakan-akan bertentangan dengan sunnah atau ketetapan Abu
Bakar pendahulunya. Namun apabila diteliti lebih mendalam, ternyata Umar
memiliki jangkauan yang menyeluruh mencakup keseluruhan ajaran Islam. Misalnya,
mengenai ghanimah (harga rampasan
perang), surat al-anfal mengajarkan bahwa harta rampasan perang, termasuk tanah
harus dibagikan dengan cara tertentu, sebagian untuk para tentara yang
berperang. Demikian juga Nabi pernah membagi-bagikan tanah pertanian di Khaibar
stelah dibebaskan dari bangsa Yahudi yang memusuhi Nabi. Namun, demi
kepentingan umum dan Negara, Umar tidak melaksanakan sebagaimana yang diterangkan
dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi, bahkan Umar membagi-bagikannya kepada para
petani kecil setempat, sekalipun belum muslim. Tindakan ini menimbulkan protes
keras sebagian sahabat dipimpin bilal dan menimbulkan ketegangan di Madinah.
Akhirnya
Umar mantap dengan kebijakannya itu setelah musyawarah dan mendapat dukungan
sementara para pembesar sahabat, setelah mengemukakan interpretasinya sendiri
yang meyakinkan tentang keseluruhan semangat ajaran Al-Qur’an dan kebijaksanaan
Nabi.[8]
Masalah baru yang dihadapi Umar yang kemudian dipecahkan seperti ini adalah
masalah potong tangan pencuri, mengawini ahli al-kitab, cerai tiga kali yang
diucapkan sekaligus dan lain-lain.
6.
Memperbaharui
organisasi Negara
Pada
masa Rasul, sesuai dengan keadaanya, organisasi Negara masih sederhana. Tetapi
ketika masa khalifah Umar dimana umat Islam sudah terdiri dari bermacam-macam
bangsa dan urusannya makin meluas, maka disusunlah organisasi Negara sebagai
berikut :
a.
Organisasi
politik
1)
Al-Khilafaat, kepala negara ;
dalam memilih kepala Negara berlaku system “bai’ah.” Pada masa sekarang mungkin
sama dengan system demokrasi. Hanya waktu itu sesuai dengan al-amru syuro bainahum sebagaimana yang
digariskan Allah dalam Al-Qur’an.
2)
Al-Wizaraat, sama dengan
meteri pada zaman sekarang. Khaifah Umar menetapkan Usma sebagai pembantunya
untuk mengurusi pemerintahan umum dan kesejahteraan, sedangkan Ali untuk
mengurus kehakiman, surat menyurat dan tawanan perang.
3)
Al-Kitabaat, sekertaris
Negara. Umar bin Khattab mengangkat Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Arqom
menjadi sekertaris penting. Usman bin Affan juga mengangkat Marwan bin Hakam.
b.
Administrasi
Negara
Sesuai dengan
kebutuhan, khalifah Umar bin Khattab menyusun administrasi Negara menjadi :
1)
Dewan-dewan
(departemen-departemen)
·
Dewan
al-Jundiy (dewan Harby): badan peratahnan keamanan. Orang muslim pada Rasul dan
Abu Bakar semuanya adalah prajurit. Ketika Rasul atau Abu Bakar menyeru untuk
berperang siaplah semua mengikuti perintah Nabi. Kemudian ketika perang telah
selesai kembalilah mereka menjadi pendidik sipil setelah menerima ghanimah.
Masa Umar keadaan telah berubah, disusunlah satu badan yang mengurusi tentara.
Disusunlah angakatan besenjata khusus, asrama, latihan militer, kepangkatan,
gaji, persen-jataan dan lain-lain. mulai juga angkatan laut oleh Muawiyah
gubernur Syam dan oleh Ala bin Hadharamy gubernur Bahrain.
·
Dewan
al-Kharaj (dewan al-Maaly)/Bait al-Maal yang mengurusi keuangan Negara,
pemasukan dan pengeluaran anggaran belanja Negara.
·
Dewan
al-Qadla : departemen kehakiman. Umar mengangkat hakim-hakim khusus untuk tiap
wilayah dan menetapkan persyaratannya.
2)
Al-Imarah
‘ala al-buldan : administrasi pemerintahan dalam negeri.
·
Negara
dibagi menjadi beberapa propinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (amil).
·
Al-Barid
: perhubungan kuda pos memakai kuda pos.
·
Al-Syurthah
: polisi menjaga keamanan Negara.
3)
Mengadakan
undang-undnag “Husbah” (tim pengawasan dan pengontrolan) yaitu peraturan
mengawasi urusan passer, menjaga tata tertib dan kesopanan, mengawasi timbangan
dan ukuran, begitu juga memperhatikan keberhasilan jalan umum.[9]
D.
Perkembangan Islam pada masa Khalifah Utsman bin Affan
Nama lengkapnya
dalah Usman bin Affan bin Abdil-as bin umayyah dari bani Quraisy. Usman bin
Affan dilahirkan di makkah pada tahun 576 M. Ia memeluk agam Islam lantaran
ajakan dari Abu bakar, dan menjadi salah satu seorang sahabat dekat Nabi
Muhammad SAW. Ia sangat kaya tetapi berperilaku sederhana dan sebabagian
kekayaannya digunakan untuk kejayaan Islam. Ia mendapat julukan dzun nurain karena Nabi Muhammad
mengawinkannya dengan dua orang putrinya, yang pertama Ruqayah dan yang kedua
adalah Umi Kulsum. Ia menyumbang 950 ekor
unta dan 1000 dirham dalam ekspedisi untuk Byzantium di perbatasan
palestina. Ia juga membeli mta air orang-orang romawi yang terkenal dengan
harga 20.000 dirham untuk selanjutnya diwakafkan bagi kepentingan umat Islam
dan pernah meriwayatkan hadits kurang lebih 150 hadits. Seperti halnya Umar,
Ustman naik menjadi khalifah melalui pemilihan. Bedanya, jika Umar dipilih atas
penunjukkan langsung sedangkan Ustman diangkat atas menunjukkan tidak langsung
yaitu melewati badan syura yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya.[10]
Ustman bin Affan
menjadi khalifah pada umr 70 tahun. Beliau menjadi khalifah selama 12 tahun.
Selama masa pemerintahannya prestasi, usaha-usaha dan kebijakan khalifah Utsman
bin Affan antara lain :
1.
Pembukuan
(kodifikasi) Al-Qur’an
Di
antara usaha khalifat Utsman bin Affan adalah menyalin dan membukukan Al-Qur’an
menjadi beberapa mushaf, yang kemudia dikirimkan ke berbagai daerah seperti
Makkah, Syiria, Basrah dan Kuffah. Sedangkan satu buah lagi ditinggalkan di
Madinah untuk pegangan khalifat Utsman bin Affan sendiri.
Dari
mushaf inilah adanya Al-Qur’an yang kita lihat sekarang ini. Khalifah Utsman
menetapkan pembacaannya dengan satu logat saja, yaitu logak Quraisy. Sedangkan
sebelumnya dengan bermacam-macam logat, seperti logat Tamim, Majed dan
sebagainya.
Mushaf
yang disusun pada masa khaifah Utsman bin Affan ini disebut mushaf Usmani.
Mushaf dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit dan dibantu oleh Abdullah bin zubair,
Said bin Ash dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam.
2.
Membangun
gedung pengadilan
Pelaksanaan
pengadilan pada masa Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, Umar bin khattab selalu
diadakan di masjid dan terbuka untuk umum seluruh masyarakat bisa menyaksikan
jalannya pengadilan. Tetapi masa khalifah Ustman bin Affan dilakukan di gedung
khusus untuk pengadilan, sehingga pengadilan itu tidak dilakukan di masjid
lagi.
3.
Membentuk
armada Islam
Atas
usulan Mu’awiyah bin Abu Sufyan sebagai gubernur Syiria, khalifah Ustman bin
Affan telah membentuk armada Islam
(angkatan laut). Hal ini disebabkan adanya peperangan dengan bangsa Romawi
(Bizantium).
Dengan
adanya angkatan laut tersebut maka Mu’awiyah gubernur Syiria dapat mengalahkan
dan menguasai pulau Cyprus dan Rhoddus. Begitu juga Abdullah bin Sa’ad telah
membentuk Armada Islam di Mesir.
4.
Ronovasi
masjid nabawi
Masjid
nabawi muulai dibangun pada masa khalifah Umar bin Khattab diperluas oleh
khalifah Utsman bin Affan. Selain diperluas, bentuk dan coraknya juga
diperindah.
5.
Perluasan
wilayah
Pada
masa khalifah Utsman bin Affan, wilayah Islam makin luas. Wilayah Azerbaijan
berhasil ditaklukkan pasukan muslim di bawah pimpinan Said bin Ash dan Rabi’ah
Bahity. Sebagian besar rakyat Armenia saat itu menyambut kedatangan tentara
Islam dengan suka cita. Pada umumnya, mereka lebih suka berada di bawah
pemerintahan Islam daripada dikuasai kekaisaran Romawi.[11]
E.
Perkembangan Islam pada masa Khaifah Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib adalah orang yang
paling awal memeluk agama Islam (Assabiqunal Awwalun), sepupu Rasullullah SAW,
dan juga khalifah terakhir dalam kekhalifahan Kulafaur Rasyidin menurut
pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah, Ali adalah khalifah pertama dan juga
imam pertama dari 12 imam Syiah. Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz,
Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun
sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama
asli Haydar bin Abu Thalib. Namun Rasullullah SAW tidak menyukainya dan
memanggilnya Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.
Setelah
wafatnya Utsman bin Affan, kaum muslimin mendapat kesulitan untuk mengangkat
khalifah pengganti Utsman bin Affan. Tokoh-tokoh yang dianggap layak menjadi
khalifah seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waqash,
dan Zubair bin Awwam menolak menjadi khalifah. Maka di Madinah terjadilah
diskusi yang diadakan oleh para tokoh kaum muslimin untuk menunjuk khalifah
baru. Dari hasil diskusi yang dilaksanakan mereka tidak menemukan orang yang
lebih layak daripada Ali bin Abi Thalib. Dia putra paman Nabi dan sekaligus
menantu beliau, dia pula lah anak muda yang pertama kali masuk islam dan banyak
membantu perjuangan Nabi. Maka, mayoritas yang hadir memilihnya dan membaiatnya
sebagai khalifah keempat. Peristiwa tersebut terjadi enam hari setelah Utsman
bin Affan wafat.
1.
Prestasi
– prestasi Khalifah Ali bin Abi Thalib
Berbeda dengan khalifah-khalifah
sebelumnya yang banyak menyebarkan agama dan ajaran islam ke berbagai pelosok
dunia, pemerintah khalifah Ali bin Abi Thalib disibukkan dengan mengurusi
masalah intern yang muncul dan cenderung membawa perpecahan dikalangan umat
islam. Selain karena ‘hubbudunya’ (cinta dunia) telah menggerogoti
akidah sebagai umat islam, juga pengaruh orang-orang munafik yang tidak suka
dengan kemajuan islam di daerah yang telah berada dalam kekuasaan kaum
muslimin. Mereka menggerogoti pemerintahan islam mulai akhir penghujung zaman
khalifah Umar bin Khattab.
Diantara
usaha-usaha yang dilakukan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib adalah :
a.
Membersihkan
Para Pejabat yang Korup
Ali
bin Abi Thalib sejak awal terkenal dengan ketegasannya dalam menjunjung
kebenaran. Beliau dan juga para khalifah sebelumnya sangat menjunjung tinggi
dan mengamalkan apa-apa yang telah dilakukan dan diajarkan Rasulullah SAW.
Khalifah Ali bin Abi Thalib mendengar berita bahwa diantara gubernur-gubernur
yang dulu diangkat oleh khalifah Utsaman bin Affan tidak memperlakukan rakyat
dengan adil dan kasih saying. Bahkan, jumlah pungutan pajak dengan hasil
menghimpun oleh negara banyak kejanggalan.
Dengan
tegas, khalifah memberhentikan beberapa gubernur yang dicurigai melakukan
beberapa penyimpangan. Diantara para gubernur yang diberhentikan adalah
Mu’awiyah bin Abi Sufyan gubernur Syam. Karena peristiwa tersebut, akhirnya
terjadi perselisihan antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan kelompok
Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
b.
Memadamkan
Pemberontakan-pemberontakan di Kalangan Umat Islam
Terbunuhnya
khalifah Utsman bin Affan tahun 35 H meninggalkan masalah yang berkepanjangan
dikalangan umat islam saat itu. Kelompok-kelompok yang tidak puas dengan
kelambanan khalifah dalam menghukum orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan
Utsman bin Affan membuat kelompok sendiri yang dipimpin oleh Zubair bin Awwam,
Thalhah bin Ubaidillah, dan Siti Aisyah Ummul Mukminin. Dengan dukungan dari
Bani Umayyah di Syam, mereka menyusun kekuatan.
Khalifah
Ali bin Abi Thalib yang memandang gerakan tersebut sebagai pembangkangan
terhadap kekhalifahan segera menyerbu kelompok tersebut sehingga terjadi dua
kali peperangan. Pertama, perang Az-Zabuqah tahun 36H terjadi di Basrah. Kedua,
perang Jamal tahun 36H yang dimenangkan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib yang
menewaskan sekitar 10.000 kaum muslimin, termasuk Zubair bin Awwam dan Thalhah.
Sedangkan Siti Aisyah, berhasil ditawan setelah untanya dibunuh, beliau
dipulangkan ke Madinah dalam keaadan dihormati. Kedua perang diatas sungguh
menguras dan melelahkan kekuatan khalifah Ali bin Abi Thalib walaupun beliau memenangkan
perang tersebut.
c.
Menyempurnakan
Tulisan Al-Qur’an
Salah
satu jasa Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah penyempurnaan tulisan Al-Qur’an
dengan member tanda titik dan harakat (syakal/baris) oleh hali tata bahasa yang
bernama Abul Aswad Ad-Dualy yang ditugaskan oleh beliau. Pekerjaan tersebut
disempurnakan di zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan (Masa Daulah Bani
Umayyah).[12]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Khulafaur Rasyidin mempunyai arti
pemimpin yang bijaksana sesudah Nabi Muhammad SAW wafat. Mereka itu terdiri
dari para sahabat Nabi Muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan baik yang
memunyai sifat, Arif dan bijaksana.
Berilmu
yang luas dan mendalam, Berani
bertindak dll.
Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, khalifah di
pilih berdasarkan musyawarah. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar diangkat
menjadi khalifah melalui pertemuan saqifah atas usulan umar. Problem besar yang
dihadapi Abu Bakar ialah munculnya nabi palsu dan kelompok ingkar zakat serta
munculnya kamum murtad Musailimah bin kazzab beserta pengikutnya menolak.
membayar zakat dan murtad dari islam yang mengakibatkan terjadinya perang
Yamamah. Perang tersebut terjadi pada tahun 12 H.
Umar bin Khattab yang
tahu akan hal itu merasa khawatir akan kelestarian Al-Qur’an hingga dia
mengusulkan kepada Abu Bakar as-shiddiq agar membukukan/mengumpulkan mushaf
yang ditulis pada masa nabi menjadi satu mushaf Al-Qur’an. Mushaf yang sudah
terkumpul disimpan oleh Abu Bakar, ketika Abu Bakar sakit dia bermusyawarah
dengan para sahabat untuk menggantikan beliau menjadi khalifah pada masa Umar
gelombang exspansi pertama terjadi. Umar membentuk panitia yang beranggotakan 6
orang sahabat dan meminta salah satu diantaranya menjadi khalifah setelah Umar
wafat. Panitia berhasil mengangkat Utsman menjadi khalifah. Pada masa
pemerintahan utsman wilayah islam meluas sampai ke Tripoli barat, Armenia dan
Azar Baijan hingga banyak penghafal Al-Qur’an yang tersebar dan tarjadi
perbedaan dialek, yang menyebabkan masalah serius. Utsman membentuk tim untuk
menyalin Al-Qur’an yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar, tim ini
menghasilkan 4 mushaf Al-Qur’an dan Utsman memerintahkan untuk membakar seluruh
mushaf selain 4 mushaf induk tersebut.
Utsman dibunuh
oleh kaum yang tidak puas akan kebijakannya yang mengangkat
pejabat dari kaumnya sendiri (Bani Umayah). Setelah Utsman wafat umat islam
membaiak Ali menjadi khalifah pengganti utsman, kaum Bani Umayah menuntut Ali
untuk menghukum pembunuh Utsman, karena merasa tuntutannya tidak dilaksanakan
Bani Umayah dibawah pimpinan Mu’awiyah memberontak terhadap pemerintahan Ali.
Perang Sifin mengakibatkan perpecahan pada kelompok Ali. Dipenghujung
pemerintahan Ali umat islam terpecah menjadi tiga golongan, yaitu, Mu’awiyah,
Syi’ah (pengikut Ali), dan Khawarij (orang yang keluar dari barisan Ali).
Setelah Ali meninggal, ia diganti oleh anaknya, Hasan. Hasan mengadakan
perundingan damai dengan Mu’awiyah dan umat islam dikuasai oleh Mu’awiyah.
Dengan begitu berakhirlah pemerintahan yang berdasarkan pemilihan (khulafaur
rasyidin) berganti dengan sistem kerajaan).
B. Saran
Demikianlah makalah yang
dapat kami sajikan. Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dan
kekurangan, maka dari itu kami mohon kritik dan saran serta masukan-masukan
yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa
yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Karen, Islam Sejarah Singkat, Jendela,
Yogyakarta, 2002.
As’ad, Mahrus,dkk,
Ayo Mengenal Sejarah Kebudayaan Islam, Erlangga, Bandung, 2009.
Khamzah, HIKMAH
Membina Kreatifitas dab Prestasi, Akik Pustaka, Sragen, 2008.
Madjid, Nurcholis, Khazanah Intelektual Islam, Bulan
Bintang, Jakarta, 1984.
Mufrodi,
Ali,
Islam di Kawasan Kebudayaan Arab,
Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997.
Sugiyono,
Sejarah
Kebudayaan Islam,
LP Ma’arif NU Cabang, Kudus, 2006.
Sunanto , Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Prenada Media,
Jakarta, 2003.
Tamrin,
Sejarah Kebudayaan Islam, Akik
Pustaka, Sragen, 2006.
http://didikfathurrahman.Blogspot.Com/2015/sejarah-peradaban-islam-masa-khulafaur-rasyidin.
Html diakses pada tanggal 15 September 2015 pada pukul 04.30 WIB
[1] http://didikfathurrahman. Blogspot.
Com/2015/sejarah-peradaban-islam-masa-khulafaur-rasyidin. Html diakses pada
tanggal 15 September 2015 pada pukul 04.30 WIB
[4] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Logos
Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, hal. 52.
[6] Karen Armstrong, Islam Sejarah Singkat, Jendela,
Yogyakarta, 2002, hal. 38
[7] Khamzah, HIKMAH Membina Kreatifitas dab Prestasi,
Akik Pustaka, Sragen, 2008, hal.54-55.
[8] Nurcholis madjid, Khazanah Intelektual Islam, Bulan
Bintang, Jakarta, 1984, hal. 52.
[9] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Prenada Media,
Jakarta, 2003, hal. 26-31.
[12] Mahrus As’ad,dkk, Ayo
Mengenal Sejarah Kebudayaan Islam, Erlangga, Bandung : 2009, hal.47-49
No comments:
Post a Comment