TUGAS MANDIRI
MAKALAH ‘ULUM AL-QUR’AN
ILMU ASBABUN NUZUL
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah ‘Ulum Al-Qur’an
Dosen Pengampu : Shobirin, S.Ag, M.Ag
Disusun Oleh
:
Aflikhatul Hidayah :
1420210053
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI EKONOMI SYARI’AH
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Al-Qur’an
merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia yang diwahyukan secara
berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. Pengembagan studi keislaman yang
berkaitan dengan al-Qur’an dapat ditempuh di antaranya dengan pendekatan
sosio-historis. Aplikasi pendekatan tersebut memungkinkan penemuan nilai-nilai
dan makna substansial dalam al-Qur’an. Ayat-ayat al-Qur’an dapat dikategorikan
menjadi dua kelompok menurut sebab turunnya ayat. Pertama, ayat yang turun
dengan adanya sebab; kedua, ayat yang turun tanpa sebab atau peristiwa yang
melatarbelakanginya, seperti ayat-ayat yang menceritakan umat terdahulu,
berita-berita alam ghaib, gambaran alam barzakh, persaksian alam kebagkitan,
keadaan hari kiamat dan sebagainya
Pada masa
Rasulullah, banyak peristiwa terjadi yang belum diketahui hukumnya me nurut
islam. Beberapa sahabat juga sering bertanya kepada Rasulullah tentang sesuatu
yang belum mereka pahami. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk
mengetahui hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’an turun untuk menjelaskan
atau menunjukkan hukum atas peristiwa atau pertanyaan yang muncul tersebut.
Jawaban dari al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat manusia. Itulah yang
kemudian disebut dengan Asbabun Nuzul, yaitu sebab-sebab turunya ayat-ayat
al-Qur’an. Untuk lebih mengetahui atau memahami maksud al-Qur’an secara utuh
maka lebih utama jika mengetahui tentang Asbabun Nuzul. Pengenmbangan studi
keislaaman yang berkaitan dengan al-Qur’an dapat ditempuh diantaranya dengan
pendekatan Sosio-historis.
Pendekatan ini
memungkinkan penemuan nilai-nilai dan makna substansial dalam al-Qur’an yang
terangkum dalam Asbabun Nuzul, yakni sesuatu yang disebabkan olehnya diturunkan
suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung peristiwa, atau menerangkan
hukumnya pada saat terjadinya peristiwa itu. Karena kita bisa salah menangkap pesan-pesan
Al-Qur’an secara utuh, jika hanya memahami dari bahasanya saja secara tekstual
tanpa memahami konteks Sosio-historisnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian asbabun nuzul?
2.
Bagaimana
Sejarah Perkembangan Ilmu asbabun Nuzul?
3.
Bagaimana
fungsi Asbabun Nuzul dalam memahami Al-Qur’an?
4.
Macam-macam
Asbabun Nuzul Al-Qur’an?
5.
Aneka Riwayat Sebab Turunya Ayat Al-Qur’an?
6. Pandangan Ulama’ Tentang
Asbabun Nuzul Al-Qur’an?
7.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul merupakan bentuk Idhafah dari
kata “asbab” dan “nuzul”.
Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah
Sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena
yang melatar belakangi terjadinya sesuatu bisa disebut Asbabun Nuzul, namaun
dalam pemakaiannya, ungkapan Asbabun Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan
sebab-sebab yang melatar belakangi turunya al-qur’an, seperti halnya asbab
al-wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadist.[1]
Sedangkan secara terminology atau istilah
Asbabun Nuzul dapat diartikan sebagai sebab-sebab yang mengiringi diturunkannya
ayat-ayat Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW karena ada suatu peristiwa yang
membutuhkan penjelasan atau pertanyaan yang membutuhkan jawaban.[2]
Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan
oleh para ulama’, diantaranya :
1.
Menurut
Az-Zarqani :
“Asbabun Nuzul adalah khusus atau sesuatu yang
terjadi serta ada hubunganya dengan turunya ayat Al-Qur’an sebagai penjelas
hukum pada saat peristiwa itu terjadi.”
2.
Ash-Shabuni :
Asbabun Nuzul adalah peristiwa atau kejadian
yang menyebabkan turunya satu atau beberapa ayat mulia yang diajukan kepada
nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.[3]
3.
Shubhi Shalih
:
ماَنُزِلَةِالأَيَةُ
اَوِالْاَياَتُ بِسَبَبِهِ مُتَضَمِّنَةً لَهُ اَوْمُجِيْبَةً عَنْهُ
أَوْمُبِيْنَةًلِحِكَمِهِ زَمَنَ وُكُوْعِهِ
Artinya:
“Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi
sebab turunnya satu atau beberapa ayat. Al-qur’an (ayat-ayat)terkadang
menyiratkan peristiwa itu, sebagai respons atasnya. Atau sebagai penjelas
terhadap hukum-hukum disaat peristiwa itu terjadi.”
4. Mana’ al-Qhathan:
ماَنُزِلَ قُرْآنٌ بِشَأْنِهِ وَقْتَ وُقُوْعِهِ كَحاَدِثَةٍ اَوْسُؤَالٍ.
Artinya:
“Asbabun Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang
menyebabkan turunya Al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi,
baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.”
5. Al-Wakidy
Asbabun Nuzul adalah peristiwa sebelum turunya
ayat, walaupun “sebelumnya” itu masanya jauh, seperti adanya peristiwa gajah
dengan surat Al-Fiil.[4]
Bentuk-bentuk
peristiwa yang melatar belakangi turunnya Al-qur’an itu sangat beragam, di
antaranya berupa:konflik sosial seperti ketegangan yang terjadi amtara suku Aus
dan suku Khazraj; kesalahan besar, seperti kasus salah seorang sahabat yang
mengimami sholat dalam keadaan mabuk: dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
oleh salah seorang sahabat kepada Nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang
telah lewat, sedang, atau yang akan terjadi.
Persoalan apakah
seluruh ayat Al-Qur’an memiliki Asbabun Nuzul atau tidak, ternyata telah
menjadi bahan kontroversi diantara para uulama’. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa
tidak semua ayat Al-Qur’an memiliki Asbabun Nuzul. Sehingga, diturunkan tanpa
ada yang melatar belakanginya (Ibtida’), dan adapula ayat Al-Qur’an itu
diturunkan dengan dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa (ghair ibtida’).
Pendapat tersebut
hampir merupakan konsensus para ulama. Akan tetapi, ada yang menguatkan bahwa
kesejarahan Arabia pra-Qur’an pada masa turunnya Al-Qur’an merupakan latar
belakang makro Al-Qur’an; sementara riwayat-riwayat Asbabun Nuzul merupakan
latar belakang mikronya. Pendapat ini berarti menganggap bahwa semua ayat
Al-Qur’an memiliki sebab-sebab yang melatarbelakanginya.
B.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Asbabun Nuzul
Sejak zaman sahabat pengetahuan
tentang Asbabun Nuzul dipandang sangat penting untuk bisa memahami penafsiran
Al-Qur’an yang benar. Karena itu mereka berusaha untuk mempelajari ilmu ini.
Mereka bertanya kepada Nabi SAW tentang sebab-sebab turunya ayat atau kepada
sahabat lain yang menjadi saksi sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian
pula para tabi’in yang datang kemudian, ketika mereka harus menafsirkan
ayat-ayat hukum, mereka memerlukan pengetahuan Asbabun Nuzul agar tidak salah
dalam mengambil kesimpulan.[5]
Dalam perkembangannya ilmu asbabun
nuzul menjadi sangat urgen. Hal ini tak lepas dari jerih payah perjuangan para
ulama’ yang mengkhususkan diri dalam upaya membahas segala ruang lingkup sebab
nuzulnya Al-Qur’an. Diantaranya yang terkenal yaitu Ali bin Madini, Al-wahidy
dengan kitabnya Asbabun Nuzul, Al-Ja’bary yang meringkas kitab Al wahidi,
Syaikhul Islam Ibn Hajar yang mengarang sebuah kitab mengenai asbabun nuzul.
Dan As-Suyuthi mengarang kitab Lubabun Nuqul fi Asbab An-Nuzul, sebuah kitab
yang sangat memadai dan jelas serta belum ada yang mengarang.[6]
C.
Fungsi Ilmu
Asbabun Nuzul Dalam Memahami Al-Qur’an
Pentingnya mempelajari dan
mengetahui Asbabun Nuzul adalah untuk memahami ayat Al-Qur’an, baik dalam
mengistimbath hukum atau dalam beristidlal, atau sekedar memahami maksud ayat.
Tidak mungkin memahami kandungan makna suatu ayat tanpa mengetahui sebab
turunnya ayat tersebut.[7]
Al Wahidi menjelaskan: “tidaklah
mungkin mengetahui tafsir ayat tanpa mengetahui dan penjelasan sebab turunnya.”
Ibn Daqiqil ‘Id berpendapat, “Keternagan sebab nuzul adalah cara yang kuat
(tepat) untuk mengetahui makna Al-Qur’an. Ibn Taimiyah mengatakan: “Mengetahui
sebab nuzul akan membantu dalam memahami ayat, karena mengetahui sebab
menimbulkan pengetahuan mengenai musabab (akibat).”
Contohnya dalam QS. Al-Baqoroh ayat
158 yang artinya “Sesungguhnya Safa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar
Allah. Maka barang siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah,maka tidak
ada dosa baginya untuk mengerjakan sa’i di antara keduanya. Dan barang siapa
mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha
Mensyukuri kebaikan dan Maha Mengetahui.”
Lafal
ayat ini secara tekstual tidak menunjukkan bahwa sa’i itu wajib, sebab
ketiadaan dosa untuk mengerjakannya itu menunjukkan “kebolehan” dan bukannya
“kewajiban.” Sebagian ulama’ juga berpendapat demikian, karena berpegang pada
arti tekstual ayat itu.[8]
Dalam
uraian yang lebih rinci Az-Zarqani mengemukakan urgensi sebab An-Nuzul dalam
memahami Al-qur’an sebagai berikut :
1.
membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam
menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an.
2.
Mengatasi keraguan ayat yang diduga memiliki keraguan umum.
3.
Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an.
4.
Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an turun.
5.
Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan
wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.
6.
Penegasan bahwa Al-Qur’an benar-benar dari Allah SWT, bukan buatan
manusia.
7.
Penegasan bahwa Allah benar-benar memberi pengertian penuh pada Rasulullah
dalam menjalankan misi risalahnya.
8.
Mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam Al-Qur’an.
9.
Seseorang dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau
umum dan dalam keadaan bagaimana ayat aitu harus diterapkan.
10. Mengetahui secara jelas hikmah
disyariatkannya suatu hukum.
D. Macam- Macam Asbabun Nuzul
1. Banyaknya
nuzul dengan satu sebab
Terkadang
banyak ayat turun, sedangkan sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada
permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam
berbagai surat berkenaan dengan satu peristiwa. Contohnya ialah apa yang di
riwayatkan oleh Said bin Mansur, ‘Abdurrazaq, Tirmidzi, Ibn jarir, Ibnul
Munzir, Ibn Abi Hatim, tabrani, dan Hakim yang mengatakan shahih, dari Ummu
salamah, ia berkata : “Rasullullah, aku tidak mendengar Allah menyebutkan kaum
perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan : maka tuhan mereka
memperkenankan permohonanya (dengan firman) : “sesungguhny aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki
ataupun perempuan : (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang
lain... (Ali ‘Imran [3]:195).
Diriwayatkan
pula oleh Ahmad, Nasa’i, Ibn Jarir, Ibnul Munzir, Tabarani, dan Ibn Mardawih
dari Ummu Salamah yang mengatakan ; “Aku telah bertanya : Rasulullah, mengapa
kami tidak disebutkan dalam al-qur’an seperti kaum laki-laki ? maka suatu harti
aku dikejutkan oleh suara Rasulullah diatasa mimbar. Ia membacakan : Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan Muslim.. sampai akhir ayat 35 Surat al-Ahzab [33].”
Diriwayatkan pula oleh Hakim dari Ummu
Salamah yang mengatakan : “kaum laki-laki berperang sedang kaum perempuan
tidak. Disamping itu kami hhanya memperoleh warisan setengah bagian? Maka Allah
menurunkan ayat : Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
terhadap apa yang dikaruniakan sebagian dari kamu lebih banyak dari sebagian
yang usahakan, dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang mereka usahan pula..
(an-Nisa’ [4]:32) dan ayat : sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang
muslim..” ketiga ayat tersebut turun ketika satu sebab.
2. Penuruna
ayat lebih dahulu daripada sebab
Az-Zarkasyi dalam membahas fi ulumil qur’an
karya Manna’ Khalil Al Qattan mengemukakan satu macam pembahasan yang
berhubungan dengan sebab nuzul yang dinamakan “penurunan ayat lebih dahulu
daripada hukum (maksud)nya.” Contoh yang diberikan dalam hal ini tidaklah
menunjukkan bahwa ayat itu turun mengenai hukum tertentu, kemudian pengalamanya
datang sesudahnya. Tetapi hal tersebut menunjukan bahwa ayat itu diturunkan
dengan lafadz mujmal (global), yang mengandung arti lebih dari satu, kemudian
penafsiranya dihubungkan dengan salah satu arti-arti tersebut, sehingga ayat
tadi mengacu pada hukum yang datang kemudian. Misalnya firman Allah :
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)
[87]:14). Ayat tertsebutdijadikan dalil untuk zakat fitrah. Diriwayatkan oleh baihaqi dengan disanadkan kepada
Ibn Umar, bahwa ayat itu turun berkenaan dengan zakat Ramadhon ( Zakat Fitrah),
kemudian dengan isnad yang marfu’ Baihaqi meriwayatkan pula keterangan yang
sama. Sebagian dari mereka barkata : aku tidak mengerti maksud pentakwilan yang
seperti ini, sebab surah itu Makki, sedang di Makkah belum ada Idul fitri dan
zakat.”[9]
Didalam ayat
tersebut, Bagawi menjawab bahwa nuzul itu boleh saja mendahului hukumnya,
seperti firman Allah : aku benar-benar bersumpah dengan kota ini, dan kaum
(Muhammad) bertempat di kota ini (al-Balad [90]:1-2). Surah ini Makki, dan
bertempatnya di Makkah, sehingga Rasulullah berkata : “Aku mnenempati pada
siang hari).”
3. Beberapa ayat turun mengenai satu orang
Terkadang
seorang sahabat mengalami peristiwa lebih datri satu kali, dan al-qur’an pun
turun mengenai setiap peristiwanya. Karena itu, banyak ayat yang turun mengenai
setiap peristiwanya. Karena itu, banyak ayat yang turun mengenai nya sesuai
dengan banyaknya peristiwa yang terjadi. Misalnya apa yang diriwayatkan oleh
Bukhari tentang berbakti kepada kedua orang tua. Dari sa’d bin Abi Waqqas yang
mengatakan : “ada empat ayat al-qur’an turun berkenaan denganku. Pertama,
ketika ibuku bersumpah bahwa ia tidak akan makan dan minum sebelum aku
mwninggalkan Muhammad, lalu Allah menurunkan : dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamumengikutio keduanya dan pergauilah keduanya didunia
dengan baik (luqman[31]:15).
Kedua ketika aku mengambil
sebilah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata kepada Rasulullah :
“Rasulullah, berikanlah kepadaku pedang ini”. Maka turunlah : mereka bertanya kepadamu tenytang pembagiuan harta
rampasan perang (al-anfal [8]:1).
Ketiga, ketika aku sedang sakit Rasulullah datang
mengunjungilku kemudian aku bertanya kepadanya : “Rasulullah, aku ingin
membagikan hartaku, bolehkah aku mewasiatkan separuhnya?” rasulullah diam. maka
wasiat dengan sepertiga harta itu dibolehkan.
Keempat, ketika aku sedang minum minuman keras (khamr)
bersama kaum Ansor, seorang dari mereka memukul hidungku dengan tulang rahang
unta. Lalu aku datang kepada Rasulullah , maka Allah ‘Azza Wajalla menurunkan
larangan minumkhamr.” [5]
E. Aneka Riwayat Sebab Turunya Ayat Al-Qur’an
Banyak riwayat mmengenai sebab turunya suatu ayat. Dalam
keadaan demikian sikap seorang musafir kepadanya sebagai berikut :
1.
Apabila bentuk redaksi tidak tegas, seperti : “ayat ini
turun mengenai urusan ini”, atau “aku mengira ayat ini turun mengenai urusan
ini”, maka dalam hal ini tidak ada kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu,
sebab maksud riwayat–riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa
hal itu termasuk kedalam makna ayat yang disimpulkan darinya, bukan menyebutkan sebab nuzul, kecuali bila ada qorinah
atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa maksudnya adalah penjelasan sebab
nuzul.[10]
2.
Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas,
misalnya “ayat ini turun mengenai urusan ini”, sedang riwayat yang lain
menyebutkan sebab nuzul dengan tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka
yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul secara tegas,
dan riwayat yang lain dipandang termasuk didalam hukum ayat.
3.
Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab
nuzul, sedang salah satu riwayat diantaranya itu shahih, maka yang menjadi
pegangan adalah riwayat yang shahih.
4.
Apabila
riwayat-riwayat itu sama namun terdapat segi yang memperkuat salah satunya,
seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari
riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang
didahulukan.
5.
Apabila riwayat-riwayat riwayat tersebutn sama kuat, mak
riwayat-riwayat itu dipadukan atau dikompromikan bila mungkin, hingga
dinyatakan bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih
karena jarak waktui diantara sebab-sebab itu berdekatan.
6.
Bila riwayat-rawayat itu tidak bisa dikompromikan karena
jarak waktu antara sebab-sebab tersebut berjauhan, maka hal yang demikian,
dipandan sebagai banyak berulangnya nuzul.[6]
F. Pandangan Ulama’ Tentang
Asbabun Nuzul Al-Qur’an
Para ulama’ tidak sepakat mengenai
kedudukan asbab al nuzul. Mayoritas ulama tidak memberikan keistimewaan khusus
kepada ayat-ayat yang mempunyai riwayat asbab al nuzul, karena yang terpenting
dari mereka ialah apa yang tertera didalam redaksi ayat. Jumhur ulama’ kemudian
menetapkan suatu kaidah : “yang dijadikan pegangan ialah keumuman lafadz, bukan
kekhususan sebab”. Sedangkan sebagian kecil ulama’ memandang penting keberadaan
riwayat-riwayat asbab al nuzul didalam memahami ayat. Golongan ini juga
memenetapkan satu kaidah : “yang dijadikan pegangan adalah kekhususan sebab,
bukan keumuman lafadz”
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa ayat-ayat
yang diturunkan berdasarkan sebab khusus tetapi diungkapkan dalam bentuk lafadz
umum, maka yang dijadikan pegangan adalah lafadz umum.
Contoh
turunya surat Q.S Al Maidah:38:
“laki-laki
yang mencuri dan pertempuan yang mencuri, motonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat
ini turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang dilakukan
seseorang pada masa Nabi. Tetapi ayat ini menggunakan lafadz ‘am, yaitu isim
mufrad yang dita’rifkan dengan lam (al) jinsiyyah, mayoritas ulama’ memahami
ayat tersebut berlaku umum \, tidak hanya tertuju kepada yang menjadi sebab
turunya ayat.
Sebagian
kecil ulama’ mempunyai sisi pandangan lain. Mereka berpegang kepada akaidah
kedua dengan alasan bahwa kalau yang dimaksud tuhan adalah kaidah lafadz umum,
bukan untuk menjelaskan suatu peristiwa atau sebab khusus, mengapa tuhan
menunda penjelasan hukumnya hingga
terjadinya peristiwa tersebut.
BAB
III
SIMPULAN
SIMPULAN
Asbabun Nuzul merupakan bentuk Idhafah dari
kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah Sebab-sebab
yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Sedangkan sescara terminology atau
istilah Asbabun Nuzul dapat diartikan sebagai sebab-sebab yang mengiringi
diturunkannya ayat-ayat al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW karena ada suatu
peristiwa yang membutuhkan penjelasan atau pertanyaan yang membutuhkan jawaban.
Sejak zaman sahabat pengetahuan tentang
Asbabun Nuzul dipandang sangat penting untuk bisa memahami penafsiran Al-Qur’an
yang benar. Karena itu mereka berusaha untuk mempelajari ilmu ini. Mereka
bertanya kepada Nabi SAW tentang sebab-sebab turunya ayat atau kepada sahabat
lain yang menjadi saksi sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian
pula para tabi’in yang datang kemudian, ketika mereka harus menafsirkan
ayat-ayat hukum, mereka memerlukan pengetahuan Asbabun Nuzul agar tidak salah
dalam mengambil kesimpulan.
Asbabun Nuzul ada bermacaam-macam,
diantarannya :
1.
Banyaknya
nuzul dengan satu sebab.
2.
Penuruna ayat
lebih dahulu daripada sebab.
3.
Beberapa ayat
turun mengenai satu orang.
DAFTAR PUSTAKA
Didin saefudin Buchori, 2005, Pedoman
Memahami Kandungan Al-Qur’an, Granada Pustaka : Bogor:
Manna’ Khalil Al-Qattan,
2001, Studi Ilmu-Uilmu Al-Qur’an, Pustaka Litera AntarNusa : Bogor
Rosihon Anwar, 2000,Ulum
Al-Qur’an, Pustaka setia:
Bandung
[1] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Pustaka setia,Bandung:2000, hlm 60.
[2] http://www.perkuliahan.com/Makalah-Tentang-Teori-Asbabun-Nuzul-Al-Qur'an/
diunduh pada 17 mei 2015.
[3] Rosihon Anwar,Op.Cit hlm 60.
[4] Didin saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an, Granaada Pustaka, Bogor:2005, hlm. 33.
[5] http://nasehatsuper.blogspot.com/2013/03/kumpulan-makalah-ulumul-quran.html
diakses pada 17 Mei 2015.
[7] Didin saefudin Buchori, Pedoman
Memahami Kandungan Al-Qur’an, Granada Pustaka, Bogor:2005, hlm. 34-35.
[8] Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Uilmu Al-Qur’an, Pustaka Litera AntarNusa, Bogor:2001,
hlm.113.
[9] Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Uilmu Al-Qur’an, Pustaka Litera AntarNusa, Bogor:2001,
hlm.134
[10] Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Litera Antarnusa, Bogor:2001,
hlm.123.
No comments:
Post a Comment