TUGAS MANDIRI
MAKALAH ‘ULUM AL-QUR’AN
‘ULUM AL-QUR’AN DAN SEJARAHNYA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah ‘Ulum Al-Qur’an
Dosen Pengampu : Shobirin, S.Ag, M.Ag
Disusun Oleh :
Zahirotus
Sya’diyah : 1420210041
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI EKONOMI SYARI’AH
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang
pertama.sehingga kita hendaknya harus dapat memahami tentang kandungan di
dalamnya. Al-Qur’an dengan huruf-hurufnya, bab-babnya, surat-suratnya dan
ayat-ayatnya yang sama di seluruh dunia, baik di Jepang, Brasilia, Iraq dan
lain-lain. Andaikata ia bukan dari allah Swt, tentu terdapat perbedaan yang
banyak.
Al-Qur’an adalah laksana sinar yang memberikan
penerangan terhadap kehidupan manusia, bagaikan pelita yang memberikan cahaya
kearah hidayah ma’rifah. Al-Qur’an juga adalah kitab hidayah dan ijaz
(melemahkan yang lain). Ayat-ayatnya tentu ditetapkan kemudian diperinci dari
Allah SWT yang maha bijaksana dan maha mengetahui.
Oleh karena itu kita sebagai umat Islam harus
benar-benar mengetahui kandungan-kandungan yang ada didalamnya dari berbagai
aspek. ‘Ulum Al-Qur’an adalah salah satu jalan yang bisa membawa kita dalam
memahami kandungan Al-Qur’an.
Selain memahami Al-Qur’an kita juga perlu mengetahui
bagaimana perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an dan siapa saja tokoh-tokoh yang menjadi
pendongkrak munculnya ‘Ulum Al-Qur’an. Secara tidak langsung pemikiran
merekalah yang mengilhami kita dalam memaham Al-qur’an.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian ‘Ulum Al-Qur’an?
2.
Apa objek pembahsan ‘Ulum
Al-Qur’an?
3.
Bagaimana perkembangan ‘Ulum
Al-Qur’an?
4.
Bagaimana metode penulisan ‘Ulum
Al-Qur’an?
5.
Apa tujuan ‘Ulum Al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian ‘Ulum
Al-Qur’an dan Objek Bahasannya
Pengertian
‘Ulum Al-Qur’an
Kata ‘Ulum
Al-Qur’an tersusun dari dua kata secara idhafi, yaitu kata ulum yang
dimudhafkan kepada kata Al-Qur’an. Pertama-tama akan dibahas kedua unsur itu,
yaitu makna kata ulumul dan Al-Qur’an. Kemudian akan dibahas pula pengertian
‘Ulum Al-Qur’an.
1.
Arti kata ‘Ulum
Kata ulum
secara etimoligi adalah jamak dari kata ‘ilmu. Menurut bahasa kata ‘ilmu adalah
masdar yang maknanya sinonim dengan paham dan makrifat. Menurut sebagian
pendapat, kata ilmu itu merupakan isim jinis yang berarti pengetahuan. Kemudian
pengertian kata ilmu ini berkembang dalam berbagai istilah dan dipakai
sebagaimana dari pengetahuan tentang Al-Qur’an ini.[1]
2.
Arti kata Al-Qur’an
Al-Qur’an secara bahasa berasal
dari bahasa Arab قَرأ- يقرأ- قران yang artinya
bacaan. Sedangkan secara istilah sebagaimana didefinisikan ulama ushul, ulama
fiqih, dan ulama bahasa, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, melalui malaikat Jibril, diturunkan seacra
mutawatir, dan mebacanya mempunyai nilai ibadah.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dilihat dari segi
makna (ta’rif), ‘Ulum Al-Qur’an mempunyai dua makna, yaitu makna idhafi
dan makna ‘alam (nama diri).
a.
Makna idhafi
Bergandengnya kata ‘Ulum dengan kata Al-Qur’an menunjukkan adanya
penjelasan tentang jenis-jenis ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
Al-Qur’an; ilmu yang bersangkutan dengan pembelaan tentang keberadaan Al-Qur’an
dan permasalahannya; berkenaan dengan proses hukum yang terkandung di dalamnya;
berkenaan dengan penjelasan bentuk mufradatnlafal Al-Qur’an; Al-Qur’an sebagai way
of life dalam memasuki dinamika kehidupan ; hukum-huku pidana dan
sebagainya.
Setiap ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan itu semua brsumber
pada Al-Qur’an dan sebagai slah satu metode untuk menegtahui kemukjizatan
Al-Qur’an, seperti ilmu-ilmu Tafsir, Tajwid, Nasikh-MAnsukh, Fiqh, Tauhid,
Fara’id, Tata Bahasa dan lain-lain. Bahkan sebagian ulama ada yang memperluas
jangkauan ilmu pengetahuan di luar lingkup ‘Ulum Al-Qur’an, yakni ilmu-ilmu Desain,
Falak, Matematika, Teknik, Kedokteran, dan lain-lain.
Esensi Al-Qur’an penuh dengan titah riset dan ilmu pengetahuan,
namun tidak memasukkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan riset dan ilmu
alamiyah ke dalam bagian dari ‘Ulum Al-Qur’an. Karena riset dan ilmu kealaman
bersifat umum yang dianjurkan Al-Qur’an, sedangkan ilmu-ilmu yang termasuk
kategoei ‘Ulum Al-Qur’an adalah ilmu-ilmu yang khusus dan secara spesifik
menjelaskan keberadaan Al-Qur’an dan ketetapan hukum yang terdapat di dalamnya.
Maka yang diamksud dengan ‘Ulum Al-Qur’an dalam pengertian idhafi
adalah “semua unsur ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan pengetahuan agama
dan tata bahasa Arab”.
b.
Makna ‘Alam (Metodologi
Kodifikasi)
Apabila makna idhafi di transformasikan ke dalam makna
‘alamiyah maka ilmu yang bersangkutan disebut sebagai cabang ilmu yang
membicarakan metodologi kedifikasi ilmu-ilmu Al-Qur’an, dan objeknya menjadi
lebih khusus dibandingkanobjek ‘Ulum Al-Qur’an ditinjau dari segi makna idhafi.
Oleh karena itu, definisi ‘Ulum Al-Qur’an ditinjau dari makna ‘alam
adalah “suatu ilmu yang membahas Al-Qur’an yang berkaitan dangan tujuan
diturunkan, upaya pengumpulan bacaan, penafsiran, nasikh-mansukh, asbab
an-nuzul, ayat-ayat makkiyan dan madaniyah dan lain-lain.
‘Ulum Al-Qur’an ditinjau dari segi ‘alam dinamakan juga
Ushul at-tafsir (pokok-pokok ilmu tafsir) karena mencakup beberapa ilmu yang
menjadi syarat utama bagi para mufassir agar terlebih dahulu dipelajari,
dipahami dan dikaji secara detail.[2]
Mengenai kemunculan istilah ‘Ulum Al-Qur’an untuk pertama kalinya,
para penulis menyatakan bahwa istilah ini muncul pada abad VI H oleh Abu
Al-Farj bin Al-Jauzi. Pendapat ini disitir pula oleh Asy-Suyuthi dalam
pengantar kitab al-Itqan. Al-Zarqani mengatakan bahawa istilah itu muncul pada
awal abad V H melalui tangan Al-Hufi (w. 430 H) dalam karyanya yang berjudul
Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an.
Objek Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an
Mengingat banyaknya ilmu yang ada kaitan dengan pembahasan
Al-Qur’an, ruang lingkup pembahasan ‘Ulmu Al-Qur’an itu jumlahnya sangat
banyak. Bahkan menurt Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al-Qur’an itu mencapai
77.450. Hitungan ini diperoleh dari hasil perkalian jumlah kalimat Al-Qur’an
dengan empat, karena masing-masing kalimat mempunyai makna zhahir, batin, had,
dan mathla’. Jumlah itu akan semakin bertambah jika melihat urutan kalimat di
dalam Al-Qur’an serta hubungan antarurutan itu. Jika sisi itu yang dilihat,
ruang lingkup pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an tidak akan dapat dihitung (tak
terhingga lagi) lagi.
Berkenaan dengan persoalan ini, M. Hasbi As-Shiddieqy berpendapat
bahwa ruang lingkup pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an terdiri dari enam hal pokok
berikut ini :
1.
Persoalan Turunnya Al-Qur’an (Nuzul
Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut tiga hal :
a.
Waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an
(auqat nuzul wa mawathin an-nuzul)
b.
Sebab-sebab turunnya Al-Qur’an
(asbab an-nuzul)
c.
Sejarah turunnya Al-Qur’an (tarikh
an-nuzul)
2.
Persoalan Sanad (Rangkaian Para
Periwayat)
persoalan ini menyangkut enam hal :
a.
Riwayat mutawatir
b.
Riwayat ahad
c.
Riwayat syadz
d.
Macam-macam qira’at Nabi
e.
Para perawi dan penghapal al-Qur’an
f.
Cara-cara penyebaran riwayat
(tahammul)
3.
Persoalan Qira’at (Cara Pembacaan
Al-Qur’an)
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut ini :
a.
Cara berhenti (waqaf)
b.
Cara memulai (ibtida’)
c.
Imalah
d.
Bacaan yang dipanjangkan (madd)
e.
Meringankan bacaan hamzah
f.
Memasukkan bunyi huruf yang sukun
kepada bunyi sesudahnya (idhgam)
4.
Persoalan Kata-Kata Al-Qur’an
Persoalan ini menyangkut beberapa hal berikut
:
a.
Kata-kata Al-Qur’an yang asing
(gharib)
b.
Kata-kata al-Qur’an yang
berubah-ubah harakat akhirnya (mu’rob)
c.
Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai
makna serupa (homonym)
d.
Padanan kata-kata al-Qur’an
(sinonim)
e.
Isti’arah
f.
Penyerupaan (tasybih)
5.
Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an
Yang Berkaitan Dengan Hukum
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut :
a.
Makan umum (‘am) yang tetap dalam
keumumannya
b.
Makan umum (‘am) yang dimaksudkan
makna khusus
c.
Makan umum (‘am) yang maknanya
dikhususkan sunnah
d.
Nash
e.
Makna lahir
f.
Makna global (mujmal)
g.
Makan yang diperinci (mufashshal)
h.
Makna yang ditunjukkan oleh konteks
pembicaraan (manthuq)
i.
Makan yang dapat di pahami dari
konteks pembicaraan (mafhum)
j.
Nash yang petunjukknya tidak
melahirkan keraguan (muhkam)
k.
Nash yang muskil ditafsirkan karena
terdapat kesamaran di dalamnya (mutasyabih)
l.
Nash yang maknanya tersembunyi
karena suatu sebab yang terdapat pada kata itu sendiri (musykil)
m.
Ayat yang menghapus dan dihapus
(nasikh-mansukh)
n.
Yang didahulukan (muqaddam)
o.
Yang diakhirkan (mu’akhakhar)
6.
Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an
Yang Berpautan dengan Kata-Kata Al-Qur’an
Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut :
a.
Berpisah (fashl)
b.
Bersambung (washl)
c.
Uraian singkat (i’jaz)
d.
Uraian panjang (ithnab)
e.
Uraian seimbang (musawah)
f.
Pendek (qashr)
B.
Sejarah
Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an
1.
Fase Sebelum Kodifikasi (Qabl ‘Ashr
At-Tadwin)
Pada fase
sebelum kodifikasi, ‘Ulum Al-Qur’an kurang lebih sudah merupakan benih yang
kemunculannya sangat dirasakan semenjak Nabi masih ada. Hal itu ditandai dengan
kegairahan para sahabat untuk mempelajari Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh.
Terlebih lagi, diantara mereka sebagaimana diceritakan oleh Abu Abdurrahman
As-Sulami, ada kebiasaan untuk tidak berpindah kepada ayat lain, sebelum dapat
benar-benar memahami dan mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Mereka
mempelajari sekaligus mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Tampaknya,
itulah sebabnya mengapa Ibn ‘Umar memmerlukan waktu delapan tahun hanya untuk
menghapal surat Al-Baqarah.
Kegairahan
para sahabat untuk mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an tampaknya lebih kuat
lagi ketika Nabi hadir di tengah-tengah mereka. Hal inilah yang kemudian
mendorong Ibn Taimiyyah untuk mengatakan bahwa nabi sudah menjelaskan apa-apa
yang menyangkut penjelasan Al-qur’an kepada para sahabatnya.
2.
Fase Kodifikasi
Pada fase
sebelum kodifikisi, ‘Ulum Al-Qur’an juga ilmu-ilmu lainnya belum dikodifikasikan dalam bentuk kitab atau
mushaf. Satu-satunya yang sudah dikodifikasikan saat itu adalah Al-Qur’an.
Fenomena itu terus berlangsung sampai ketika ‘Ali bin Abi Thalib memerintahkan
Abu Al-Aswad Ad-Dauli untuk menulis ilmu nahwu. Perintah ‘Ali inilah yang membuka
gerbang pengodifikasian ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Pengodifikasian itu
semakin marak dan meluas ketika Islam berada pada tangan pemerintahan Bani
Umayyah dan Bani ‘Abbasiah pada periode-periode awal pemerintahannya.
a.
Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad
II H Tentang masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak permulaan abad
II H, para ulama memberikan prioritas atas penyususnan tafsir sebab tafsir
merupakan induk ‘Ulum Al-Qur’an. Di antara ulama abad II H yang menyusun tafsir
adalah:
1)
Syu’bah Al-Hajjaj (wafat tahun 160
H)
2)
Sufyan bin ‘Uyainah (wafat
tahunn198 H)
3)
Muqatil bin Sulaiman (wafat tahun
150 H).
b.
Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad
III H
Pada abad III
H selain tafsir dan ilmu tafsir, para ulama mulai menyusun pula beberapa ilmu
Al-Qur’an, di antaranya:
1)
‘Ali bin Al-Madani (w. 234 H),
gururnya imam Al-Bukhari yang menyusun ilmu Asbab An-Nuzul
2)
Abu Ubaid Al-Qasimi bin Salam (w.
224 H) yang menyusun ilmu Nasikh wa Al-Mansukh, ilmu Qira’at, dan Fadha’il
Al-Qur’an
3)
Muhammad bin Ayyub Adh-Dhurraits
(w. 294 H) yang menyusun ilmu Makki wa Al-Madani
4)
Muhammmad bin Khalaf Al-Marzuban
(w. 309 H) yang menyusun kitab Al-Hawi fi ‘Ulum Al-Qur’an.
c.
Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad
IV H
Pada abad IV H
mulai disusun ilmu Gharib Al-Qur’an dan beberapa kitab ‘Ulum Al-Qur’an dengan
memaknia istilah ‘Ulum Al-Qur’an. Di antara ulam yang menyusun ilmu-ilmu itu
adalah:
1)
Abu Bakar As-Sijistani (w. 330 H)
yang menyusun kitab Gharib Al-Qur’an
2)
Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim
Al-Anbari (w. 328 H) yang menyusun kitab ‘Aja’ib ‘Ulum Al-Qur’an. Di dalam
kitab itu ia menjelaskan perihal tujuh huruf (sab’ah ahruf), penulisan mushaf,
jumah bilangan surat, ayat-ayat dan surat-surat dalam Al-Qur’an.
3)
Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H)
yang menyusun kitab Al-Mukhtazan fi ‘Ulum Al-Qur’an.
d.
Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad V
H
Pada abad ini
mulai disusun ilmu I’rab Al-Qur’an dalam satu kitab. Di samping itu, penulisan
kitab-kitab ‘Ulum Al-Qur’an masih terus dilakukan oleh ulama masa ini. Di
antara ulama yang berjasa dalam pengembangan ‘Ulum Al-Qur’an pada masa ini
adalah:
1)
‘Ali bin Ibrahim bin Sa’id Al-Hufi
(w. 430 H), selain memelopori penyusunan I’rab Al-qur’an, ia pun menyusun kitab
Al-Burhan fi ‘UlumAl-qur’an. Kitab ini selain menafsirkan Al-Qur’an seluruhnya,
juga mnerangkan ilmu-ilmu Al-Qur’an yang ada hubungannya dengan ayat-ayat
Al-Qur’an yang ditafsirkan.
2)
Abu ‘Amr Ad-Dani (w. 444 H) yang
menyusun kitab At-Tafsir fi Qira’at As-Sab’I dan kitab Al-Muhkam fi An-Naqth.
e.
Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad
VI H
Pada abad ini terdapat
ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamat Al-Qur’an, di antaranya adalah:
1)
Abu Al-Qasim bin ‘Abdurrahman
As-Suhaili (w. 581 H) yang menyusun kitab Mubahmat Al-Qur’an. Kitab ini
menjelaskan maksud kata-kata Al-Qur’an yang tidak jelas, apa atau siapa yang
dimaksudkan.
2)
Ibn Al-Jauzi (w. 597 H) yang
menyusun kitab Funun Al-Afnan fi’Ajaib Al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba’ fi ‘Ulum
Tata’allaq bi Al-Qur’an.
f.
Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad
VII H
Pada abad ini
ilmu-ilmu Al-Qur’an terus berkembang dengan mulai tersusunnya ilmu Majaz
Al-Qur’an dan Ilmu Qira’at. Diantara ulama abad VII yang besar perhatiannya
terhadap ilmu-ilmu ini adalah:
1)
Alamuddin As-Sakhawi (w. 643 H),
kitabnya mengenai ilmu Qira’at dinamai Hidayat Al-Murtab fi Mutasyabih.
2)
Ibn ‘Abd As-Salam yang terkenal
dengan nama Al-‘Izz (w. 660 H) yang memelopori penulisan ilmu Majaz Al-Qur’an
dalam satu kitab.
g.
Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad
VIII H
Pada abad ini
muncullah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-Qur’an,
sedangkan penulisan kitab-kitab tentang Ulum Al-Qur’an terus berjalan, diantara
mereka adalah:
1)
Ibn Abi Al-Isba’ yang menyusun ilmu
Bada’i Al-Qur’an suatu ilmu yang membahas macam-macam badi’ (keindahan bahasa
dan kandungan Al-Qur’an) dalam Al-Qur’an.
2)
Ibn Al-Qayyim yang menyusun ilmu
Aqsam Al-Qur’an, suatu ilmu yang membahas sumpah-sumpah yang terdapat dalam
Al-Qur’an.
3)
Najmuddin Ath-Thufi yang menyusun
ilmu Hujaj Al-Qur’an atau ilmu Jadal Al-Qur’an,
suatu ilmu yang membahas bukti-bukti atau argumentasi-argumentasi yang dipakai
Al-Qur’an untuk menetapkan sesuatu.
h.
Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad
IX dan X H
Pada abad IX
dan permulaan abad X H, makin banyak karangan yang ditulis ulama tentang ‘Ulum
Al-Qur’an. Pada masa in perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an mencapai kesempurnaannya.
Diantara ulama yang menyusun ‘Ulum Al-Qur’an pada masa ini adalah:
1)
Jalaluddin Al-Bulqini (w. 824 H)
yang menyusun kitab Mawaqi’ Al-‘Ulum min Mawaqi’ An-Nujum. Al-Bulqini ini
dipandang Asy-Suyuthi sebagai ulama yang memelopori penyusunan kitab Ulum
Al-Qur’an yang lengkap. Dan di dalam kitabnya itu telah dimuat 50 macam
persoalan ‘Ulum Al-Qur’an.
2)
Muhammad bin Sulaiman Al-Kafiyaji
(w. 879 H) yang menyusun kitab At-Tafsir fi Qawa’id At-Tafsir. Karya itu
sebagaimana dikatakan penulisnya, berbeda dengan karya-karya sebelumnya. Kitab
ini sangat tipis terdiri dari dua bab dan penutup. Bab pertama menjelaskan
makna tafsir, takwil, Al-Qur’an, surat, dan ayat. Bab kedua menjelaskan
syarat-syarat penafsiran bi al-ra’yi yang dapat diterima, sedangkan kgatimahnya
berisi etika-etika guru dan murid.
i.
Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an Abad
XIV H
Setelah
memasuki abad XIV H, bangkitlah kembali perhatian ulama dalam penyusunan
kitab-kitab yang membahas Al-Qur’an dari berbagai segi. Kebangkitan ini
diantaranya dipicu oleh kegiatan ilmiah di Universitas Al-Azhar Mesir, terutama
ketika universitas ini membuka jurusan-jurusan bidang studi yang menjadikan
tafsir dan hadis sebagai salah satu jurusannya.
Diantara
karya-karya ‘Ulum Al-Qur’an yang lahir pada abad ini adalah:
1)
Syeikh Thahir Al-Jazairi yang
menyusun kitab At-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an yang selesai pada tahun 1335 H.
2)
Jamaluddin Al-Qasimy (w. 1332 H)
yang menyusun kitab Mahasin Al-Ta’wil. Juz pertama kitab ini dikhususkan untuk
pembicaraan ‘Ulum Al-Qur’an.
3)
Ustadz Malik bin Nabi yang menyusun
kitab Az-Zhahirah Al-Quraniyah. Kitab ini sangat penting dan banyak berbicara
mengenai wahyu.
4)
Syekh Muhammad Musthafa Al-Maraghi
yang menyusun sebuah risalah yang menerangkan kebolehan kita menerjemahkan
Al-Qur’an. Ia pun menulis kitab Tafsir Al-Maraghi.[3]
C.
Metode
Penulisan dan Tujuan ‘Ulum Al-Qur’an
Metode
Penulisan Ulumul Al-Qur’an
Pembahasan
yang dipakai dalam ‘Ulum Al-Qur’an ialah metode deskripif, yaitu dengan cara
memberikan penjelasan dan keterangan yang mendalam mengenai bagian-bagian Al-Qur’an yang mengandung aspek-aspek ‘Ulum
Al-Qur’an. Misalnya, orang yang membahas Ilmu Majazil Qur’an, maka dia
mengambil lafal-lafal Al-Qur’an yang majaz, lalu dijelasakan dngan panjang
lebar bentuk-bentuk lafal majaz dan segala macamnya.
Dengan cara
demikian itu, maka banyaklah tersusun kitab-kitab tentang ilmu Al-Qur’an dalam
berbagai bidang dan cabang-cabangnya yang merupakan karya-karya besar dan
bermutu tinggi dari hasil usaha-usaha perintis-perintis pertumbuhan
cabang-cabang ‘Ulum Al-Qur’an, dan yang
dikenal dengan ‘Ulum Al-Qur’an dengan arti idhafi. Pertumbuhan cabang-cabang V
itu terjadi sejak abad II H hingga sampai abad VII H yang menghasilkan
kitab-kitab tentang ilmu-ilmu Al-Qur;an dan berbagai disiplin pebahasan ilmu.
Oleh para
ulama abad V / VII H itu, beberapa pembahasan dari berbagai kitab-kitab ‘Ulum
Al-Qur’an idhafi itu kemudian diintegrasikan (digabungkan) menjadi satu ilmu /
satu pembahasan yang merupakan kumpulan dari seluruh cabang-cabang ilmu tentang
Al-Qur’an itu, yang kemudian dikenal sebagai ‘Ulum Al-Qur’an yang mudawwan atau
yang sudah sistematis.
Dengan
demikian, pertumbuhan ‘Ulum Al-Qur’an dan metode pembahasannya adalah secara
diskusi, yaitu tumbuh dan membahas hal-hal yang khusus terlebih dahulu, baru
kemudian ilmu itu digabungkan menjadi satu, lalu membahas hal-hal yang umum.
Sebab, yang timbul lebih dahulu adalah cabang ‘Ulum Al-Qur’an yang masih
idhafi, yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri.tiap-tiap cabang hanya
membicarakan Al-qur’an dari segi-segi khusus,menjadi bidang pembahasannya, yang
sesuai dengan nama dan sebutannya masing-masing.Cabang ilmu Nasikh—Mansukh
misalnya,hanya membicarakan Al-qur’an khusus dalam soal nasakh-mansukh itu.
Ilmu Muhkam wal Mutasyabih pun hanya membahas Al-qur’an khusus dari segi
kemuhkaman atau kemutasyabihanlafal-lafal Al-qur’an. Tapi setelah cabang-cabang
itu diintegrasikan menjadi satu ilmu, lalu timbul Ulumul Qur’an yang Mudawwan atau Ulumul Qur’an yang
sistematis,barulah pembahasanya secara umum dan menyeluruh,yang meliputi
seluruh segi-segi kitab suci Al-qur’an. Disamping itu, dalam Ulumul Qur’an yang Mudawwan,setelah ilmu itu membahas semua
segi Al-Qur’an,maka selain memakai metode deduksi , kiranya juga memakai metode
komperasi,yaitu dengan cara memperbandingkan
segi yang satu dengan yang lain,riwayat sebab turun ayat yang satu
dengan riwayat yang lain, dan pendapat ulama yang satu dengan yang lainnya,dan
sebagainya.
Jadi,mula-mula dalam ilmu-ilmu
cabang memakai metode deskripsi,kemudian Ulumul Qur’an yang Mudawwan
menggunakan metode deduksi dan
komperasi.
Tujuan ‘Ulumul
Qur’an
Tujuan mempelajari Ulumul Qur’an ialah untuk memcapai hal-hal
sebagai berikut :
a.)
Untuk mengetahui secara ihwal kitab
al-qur’an sejak dari turunnya wahyu yang pertama kepada nabi Muhammad SAW,
sampai keadaan kitab itu hingga sekarang. Sebab,dengan ulumul quran itu akan
bisa diketahui bagaimana wahyu al-quran itu turun dan diterima oleh nabi Muhammad
SAW, dan bagaimana beliau menerima dan membacanya,serta bagaimana beliau
mengajarkannya kedapa para sahabat serta menerangkan tafsiran ayat-ayatnya kepada mereka. Dan dengan ilmu
itu dapat diketahui pula perhatian umat islam terhadap kitab sucinya pada
tiap-tiap abad serta usaha-usaha mereka dalam memelihara, menghafalkan,menafsirkan
dan mengistimbatkan hukum-hukum ajaran al-qur’an ,dan sebagainya.
b.)
Untuk dijadikan alat bantu dalam
membaca lafal ayat-ayatnya,memahami isi kandungannya,menghayati dan mengamalkan
aturan-aturan/hukum ajarannya serta untuk menyelami rahasia dan hikmah
disyariatkannya sesuatu peraturan/hukum dalam kitab itu. Sebab, hanya dengan
mengetahui dan menguasai pembahasan-pembahasan ulumul qur’an inilah, orang baru
akan bisa membaca lafal ayat-ayatnya dengan baik,sesuai dengan aturan. Dan
dengan ulumul qur’an itu pula, orang akan bisa mengerti isi kandungan
al-qur’an, baik yang berupa segi-segi kemukjizatannya, atau segi hukum-hukum
petunjuk ajarannya,sesuai dengan keterangan-keterangan dari ilmu I’jazil qur’an,ilmu tafsisril qur’an,dan ilmu ushulil
fiqh,yang juga berupa bidang-bidang pembahasan dari ulumul qur’an itu.
c.)
Untuk dijadikan senjata pamungkas
guna untuk melawan orang-orang non-muslim
yang mengingkari kewahyuan
Al-Qur’an dan membantah tuduhan orang-orang orientalis,yang menyatakan
tentang sumber-sumber al-qur’an itu dari
Muhammad SAW. Atau dari orang-orang tertentu,yang tiap-tiap abad ada raja orang
yang melemparkan tuduhan-tuduhan keji terhadap kesucian kitab Al-Qur’an . kalau
umat islam berkewajiban membela agamanya,jelaskan kewajiban pertama yang harus
dibelanya ialah membela eksistensi dan
fungsi kitab sucu ini,dengan mempertahankan kesucian,kemuliaan dan kegunaannya.
Syeikh Ali Ash-Shabuni dalam kitabnya At-Tibyan Fi ‘Ulumil
Al-Qur’an menerangkan, tujuan mempelajari ‘Ulumul Al-Qur’an Adalah agar dapat
memahami maksud Kalam Allah SWT sesuai keterangan dan penjelasan dari Nabi
Muhammad SAW dan dari tafsiran-tafsiran para sahabat serta tabi’in terhadap
ayat-ayat suci Al-Qur’an dan di dalam menerangkan syarat-syarat bagi para
mufassir dan sebagainya.[4]
D.
Penulisan
Kitab-Kitab Ulumul Qur’an
1.
Abad kedua hijriah
a.
Muhammad bin Khalaf Al-Marzuban,
kitabnya adalah Al-Hawi fi ‘Ulum Al-Qur’an
2.
Abad ketiga hijriah
a.
Ali ibn Al-Madiny, beliau menyusun
kitab dalam ilmu Asbab An-Nuzul.
b.
Abu Ubaid Al-Qasim ibn Salam,
beliau menyusun kitab tentang ilmu Nasikh wa Al-Mansukh, ilmu Al-Qira’at dan
tentang ilmu Fadha’ilul Al-Qur’an.
3.
Abad keempat hijriah
a.
Abu BAkar Muhammad ibn Al-Qasim
Al-Anbary, kitabnya bernama Ajaibu Ulumil Qur’an. Membahas tentang fadhailul
Qur’an, turunnya Al-Qur’an atas tujuh huruf, tentang menulis mushaf dan
bilangan surat, ayat dan kalimat.
b.
Abu Hasan AL-Asy’ari, kitabnya
bernama Al-Mukhtazan fi Ulumil Qur’an.
c.
Abu Bakar As-Sijistany, kitabnya
bernama Gharibul Qur’an.
4.
Abad kelima hijriah
a.
Abu Amar Ad-Dany, kitabnya bernama
At-Tafsir bil Qira’atis Sab’i, dan Al-Muhkamu fin Nuqath.
b.
Ali ibn Ibrahim ibn Said Al Hufy,
yang kitbnya bernama Al-Burhan fi Ulumil Qur’an dan I’rabul Qur’an.
Diantara ilmu yang lahir pada abad ini adalah
ilmu Amtsalul Qur’an.
5.
Abad keenam hijriah
a.
Abdul Qasim Abdur Rahman, kitabnya
bernama Muhammatul Qur’an
b.
Ibnu JAuzy, kitabnya bernama
Fununul Afnan ‘Ajaibu Ulumil Qur’an.
6.
Abad ketujuh hijriah
a.
Alamuddin As-Sakhawy, kitabnya
bernama Hidayatul Murtab fil Mutasyabihi
b.
Ibnu Abdis Salam, kitabnya adalah
Majazul Qur’an
c.
Abu syamah Abdur Rahman ibn Ismail
Al-Maqdisy, kitabnya adalah Musyidatul Wajiz fima Yata’allaqu bil Qur’anil
Aziz.
7.
Abad kedelapan hijriah
a.
Badruddin Az-Zarkasyi, kitabnya
bernama Al-Burhan fi Ulumil Qur’an.
b.
Taqiyyudin Ahmad bin Taimiyah
al-Harrani, kitabnya adalah Ushul Al-Tafsir
8.
Abad kesembilan hijriah
a.
Muhammad ibn Sulaiman Al-Kafiyaji,
kitabnya adalah At-Tafsir fi Qawaidit tafsir
b.
Jalaludidin Al-Bulqany, kitabnya
adalah Mawaqi’ul Ulum min Mawaqi’in Nujum
c.
As-Sayuhy, kitabnya adalah
At-Tahbir fi Ulumit Tafsir
9.
Abad keempat belas hijriah
a.
As-Syeikh Tahir Al Jazairy,
kitabnya bernama At-Tibyan fi Ba’dhil MAhabitsi Al-Muta’alliqati bil Qur’an
b.
Jamaludidin Al-Qasimy, kitabnya
bernama Mahasitut Takwil
c.
Muhammad Abdul Azim Az-Zarqany,
kitabnya adalah Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
‘Ulum Al-Qur’an dapat dimaknai dari
makna idhafi dan makna ‘alam:
‘Ulum Al-Qur’an
dalam pengertian idhafi adalah “semua unsur ilmu pengetahuan yang berkenaan
dengan pengetahuan agama dan tata bahasa Arab”.
‘Ulum
Al-Qur’an ditinjau dari makna ‘alam dinamakan juga Ushul at-tafsir (pokok-pokok
ilmu tafsir) karena mencakup beberapa ilmu yang menjadi syarat utama bagi para
mufassir agar terlebih dahulu dipelajari, dipahami dan dikaji secara detail.
2.
Objek pembahsan ‘Ulum Al-Qur’an
adalah
a.
Persoalan Turunnya Al-Qur’an (Nuzul
Al-Qur’an)
b.
Persoalan Sanad (Rangkaian Para
Periwayat)
c.
Persoalan Qira’at (Cara Pembacaan
Al-Qur’an)
d.
Persoalan Kata-Kata Al-Qur’an
e.
Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an
Yang Berkaitan Dengan Hukum
f.
Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an
Yang Berpautan dengan Kata-Kata Al-Qur’an.
3.
Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an
a.
Fase Sebelum Kodifikasi (Qabl ‘Ashr
At-Tadwin)
Pada fase sebelum kodifikasi, ‘Ulum Al-Qur’an kurang lebih sudah
merupakan benih yang kemunculannya sangat dirasakan semenjak Nabi masih ada.
Hal itu ditandai dengan kegairahan para sahabat untuk mempelajari Al-Qur’an
dengan sungguh-sungguh. Terlebih lagi, diantara mereka sebagaimana diceritakan
oleh Abu Abdurrahman As-Sulami, ada kebiasaan untuk tidak berpindah kepada ayat
lain, sebelum dapat benar-benar memahami dan mengamalkan ayat yang sedang
dipelajarinya. Mereka mempelajari sekaligus mengamalkan ayat yang sedang
dipelajarinya. Tampaknya, itulah sebabnya mengapa Ibn ‘Umar memmerlukan waktu
delapan tahun hanya untuk menghapal surat Al-Baqarah.
Kegairahan para sahabat untuk mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an
tampaknya lebih kuat lagi ketika Nabi hadir di tengah-tengah mereka. Hal inilah
yang kemudian mendorong Ibn Taimiyyah untuk mengatakan bahwa nabi sudah
menjelaskan apa-apa yang menyangkut penjelasan Al-qur’an kepada para
sahabatnya.
b.
Fase Kodifikasi
Pada fase sebelum kodifikisi, ‘Ulum Al-Qur’an juga ilmu-ilmu
lainnya belum dikodifikasikan dalam
bentuk kitab atau mushaf. Satu-satunya yang sudah dikodifikasikan saat itu
adalah Al-Qur’an. Fenomena itu terus berlangsung sampai ketika ‘Ali bin Abi
Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Ad-Dauli untuk menulis ilmu nahwu. Perintah
‘Ali inilah yang membuka gerbang pengodifikasian ilmu-ilmu agama dan bahasa
Arab. Pengodifikasian itu semakin marak dan meluas ketika Islam berada pada
tangan pemerintahan Bani Umayyah dan Bani ‘Abbasiah pada periode-periode awal
pemerintahannya.
4.
Metode penulisan ‘Ulum Al-Qur’an
Mula-mula dalam penulisan ‘Ulum Al-Qur’an adalah memakai metode
deskripsi,kemudian Ulumul Qur’an yang Mudawwan menggunakan metode deduksi dan komperasi.
5.
Tujuan ‘Ulum Al-Qur’an
a.
Untuk mengetahui secara ihwal kitab
al-qur’an sejak dari turunnya wahyu yang pertama kepada nabi Muhammad SAW,
sampai keadaan kitab itu hingga sekarang.
b.
Untuk dijadikan alat bantu dalam
membaca lafal ayat-ayatnya,memahami isi kandungannya,menghayati dari
mengamalkan aturan-aturan/hukum ajarannya serta untuk menyelami rahasia dan
hikmah disyariatkannya sesuatu peraturan/hukum dalam kitab itu. Sebab, hanya
dengan mengetahui dan menguasai pembahasan-pembahasan ulumul qur’an inilah,
orang baru akan bisa membaca lafal ayat-ayatnya dengan baik,sesuai dengan
aturan.
c.
Untuk dijadikan senjata pamungkas
guna untuk melawan orang-orang non-muslim
yang mengingkari kewahyuan
Al-Qur’an dan membantah tuduhan orang-orang orientalis,yang menyatakan
tentang sumber-sumber al-qur’an itu dari
Muhammad SAW.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca. Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan agar
makalah yang kami buat selanjutnya jauh lebih baik.
.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Djalal H. A. 2013. Ulumul Qur’an. Dunia
Ilmu: Surabaya.
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi. 1996. Ulumul
Qur’an. Titian Ilahi Press: Yogyakarta.
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy. 2013. Ilmu-Ilmu
Al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an). Pusataka Rizki Putra: Semarang.
Rosihon Anwar. 2013. Ulum Al-Qur’an. Pustaka
Setia: Bandung .
[1]
Abdul Djalal H. A, Ulumul Qur’an, 2013, Dunia Ilmu, Surabaya, hlm. 2-3
[2]
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an, 1996, Titian Ilahi Press,
Yogyakarta, hlm. 49-51
[3]
Rosihon Anwar, Ulum
Al-Qur’a, 2013, Pustaka Setia,
Bandung, Hlm. 11-25
[4]
Abdul Djalal H. A, Op.Cit, hlm. 19-23
[5]
Teungku Muhammad Hasbi
ash-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an), 2013, Pusataka
Rizki Puttra, Semarang. Hlm 6-11
No comments:
Post a Comment