Monday, November 2, 2015

ULUMUL QUR'AN : MAKKIYAH DAN MADANIYYAH

MAKALAH
MAKKIYAH DAN MADANIYAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah  : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu  : Shobirin S.ag, M.ag.






Oleh      :
Kelas / Semester : B / II

Awaliyatu Khoirunnisa’           (1420210056)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM/ PRODI EKONOMI SYARIAH
2015

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Semua bangsa berusaha keras untuk melestarikan warisan pemikiran dan nilai-nilai kebudayaannya. Tak terkecuali umat islam, mereka sangat memperhatikan kelestarian risalah Muhammad yang memuliakan semua umat manusia. Itu disebabkan risalah Muhammad bukan sekedar risalah ilmu dan pembaharuan yang hanya mendapat perhatian sepanjang akal menerimanya. Tetapi, di atas itu semua, ia merupakan agama yang melekat pada akal dan terpatri dalam hati.
Orang yang membaca Al-Qr’an Al-Karim akan melihat bahwa ayat-ayat makkiyah mengandung karakteristik yang tidak ada dalam ayat-ayat madaniyyah, baik dalam irama maupun maknanya begitupun sebaliknya; sekalipun yang kedua ini didasarkan pada yang pertama dalam hukum-hukum dan perundang-undangannya.
Abdul Qasim Al-Hasan bin Muhammad bin Habib An-Naisaburi menyebutkan dalam kitabnya At-Tanbih ‘Ala Fadhli ‘Ulum Al-Qur’an “Di antara ilmu-ilmu Al-Qur’an yang paling utama adalah ilmu tentang nuzulul Al-Qur’an dan wilayahnya, urutan turunnya di makkah dan madinah, tentang hukumnya yang diturunkan di makkah tetapi mengandung hukum madani dan sebaliknya, serupa dengan yang diturunkan di makkah, tetapi pada dasarnya termasuk madani dan sebaliknya.  Juga tentang yang diturunkan di Juhfah, Baitul Maqdis, Tha’if atau Hudaibiyah. Demikian juga tentang yang diturunkan di waktu maalm, di waktu siang, diturunkan secara bersama-sama. Atau ayat–ayat Madaniyyah dalam surat-surat Makkiyyah dan sebaliknya. Itu semua adaa 25 macam. Orang yang tidak mengetahuinya dan tidak dapat membeda-bedakannya, ia tidak berhak berbicara tentang Al-Qur’an. ”
Bagitu pentingnya arti pengelompokan yang diutarakan Al-Qosim tentang permasalahan tentang ilmu Al-Qur’an yang terdapat dalam bukunya yang berjudul Dirasah fi ‘ulum Al-Qur’an. Pada umumnya, para pakar ‘ulum Al-Qur’an membahas permasalahan ini dalam suatu maudhu’ yang lazim disebut makkiyyah dan madaniyyah. Bila tidak menguasainya, banyak faedah yang tidak dapat dipetik, dan yang hendak mengetahui Al-Qur’an tanpa memahami ayat-ayat makkiyah dan apa itu ayat-ayat  madaniyyah, bisa-bisa terjebak ke dalam kesalahan yang fatal.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa Pengertian Makkiyah dan Madaniyah ?
2.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Makkiyah dan Madaniyah ?
3.      Bagaimana Perkembangan Makkiyah  dan Madaniyah ?
4.      Sebutkan Beberapa Contoh dari Ayat Makkiyah dan Madaniyah ?
5.      Apa Fungsi Memahami Ilmu Makkiyah dan Madaniyah ?
6.      Apa Saja Ayat yang Diturunkan di Luar Kota Makah dan Madinah?















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
Para sarjana muslim mengemukakan empat perspektif dalam mendefinisikan terminologi makkiyah dan madaniyah. Keempat perspektif itu adalah :
1.         Masa turun                  (zaman an-nuzul)
2.         Tempat turun               (makan an-nuzul)
3.         Objek pembicaraan     (mukhathab)
4.         Tema pemmbicaraan   (maudu’)

1.      Dari perspektif masa turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
اَلْمَكِيُ : مَا نَزَلَ قَبْلَ اْلهِجْرَةِ وَاِنْ كَانَ بِغَيْرِ مَكَةَ.
وَ المدَنِيُ : مَا نَزَلَ بَعْدَ الِهجْرَةِ وَاِنْ كَانَ بِغَيْرِ مَدِيْنَةَ.
فَمَا نَزَلَ بَعْدَ الهِجْرَةِ وَلَوْ بِمَكَةَ أَوْ عَرَفَةَ مَدَنِيُ.
Artinya :
“Makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di mekah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut madaniyyah walaupun turun di mekah atau di arafah.”
           Dengan demikian, surat an-nisa’ [4]: 58 termasuk kategori madaniyyah kendatipun diturunkan di mekah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota mekah (fath makkah). Begitu pula, surat al-maidah [5]: 3 termasuk kategori madaniyyah kendatipun tidak diturunkan di madinah karena ayat itu diturunkan pada peristiwa haji wada’.

2.      Dari perspektif tempat turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
مَا  نَزَلَ : بِمَكَةَ وَمَا جَا وَرَهَا كَمِنَى وَ عَرَفَةَ وَحُدَيْبِيَةَ.
وَالمدَنِيُ : مَا نَزَلَ بِالمدِيْنَةِ وَمَا جَا وَرَهَا كَأُحُدٍ وَقُبَاءَ وَسُلْعَ.
Artinya :
“Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di mekah dan sekitarnya seperti mina, arafah, dan hudaibiyyah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba’ dan Sul’a”
Terdapat celah kelemahan dari pendefnisian di atas sebab terdapat ayat-ayat tertentu, yang tidak di turunkan di Makkah dan di Madinah dan sekitarnya.
Misalnya surat At-Taubah [9]: 42 diturunkan di Tabuk, surat Az-Zukhruf [43]: 45 diturunkan di tengah perjalanan antara Makkah dan Madinah. Kedua ayat tersebut, jika melihat definisi kedua, tidak dapat dikategorikan ke dalam Makkiyyah dan Madaniyyah.

3.      Dari objek pembicaraan, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
اَلْمَكِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ مَكَةَ . وَالمدَنِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ المدِيْنَةِ.
Artinya :
Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Makkah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah”
Pendefinisian diatas dirumuskan para sarjana muslim berdasarkan asumsi bahwa kebanyakan ayat al-qur’an dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhan naas” yang menjadi kriteria Makkiyah, dan ungkapan “ya ayyuha al-ladziina” yang menjadi kriteria Madaniyyah. Namun, tidak selamanya asumsi ini benar. Surat Al-Baqarah [2], misalnya, termasuk kategori Madaniyyah, padahal di dalamnya terdapat salah satu ayat, yaitu ayat 21 dan ayat 168, yang dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhan naas”. Lagi pula, banyak ayat al-quran yang tidak dimulai dengan 2 ungkapan di atas.

4.      Dari tema pembicaraan, mereka akan mendefinisikan kedua terminologi   lebih terinci.

Kendatipun mengunggulkan pendefinisian Makkiyyah dan Madaniyyah dari perspektif masa turun, subhi shahih melihat komponen-komponen serupa dalam tiga pendefinisian. Pada ketiga versi itu terkandung komponen masa tempat dan orang. Bukti lebih lanjut dari tesis shahih di atas bisa dilihat dalam kasus surat Al-Mumtahanah [60]. Bila dilihat dari perspektif tempat turun, surat ini termasuk Madaniyyah karena diturunkan sesudah peristiwa hijrah. Akan tetapi, dalam perspektif objek pembicaraan, surat itu termasuk Makkiyah karena menjadi khitab bagi orang-orang mekah. Oleh karena itu, para sarjana muslim memasukkan surat itu kedalam “ma nuzila bi al Madinah wa hukmuhu Makki ” (ayat-ayat yang di turunkan di Madinah, sedangkan hukumnya termasuk ayat-ayat yang diturunkan di Mekah). [1]
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Makkiyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah SWT sebelum hijrah ke Madinah, walaupun ayat tersebut turun di sekitar / bukan di kota Makkah, yang pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Makkah.
Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya walaupun turunnya di Makkah, dan pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Madinah.

B.     Sejarah Perkembangan Maakkiyah dan Madaniyyah
Dikalangan ulama terdapat beberapa pendapat tentang dasar atau kriteria yang dipakai untuk menentukan Makkiyyah dan Madaniyyah suatu surat atau ayat.
Sebagian ulama menetapkan lokasi turunnya ayat-ayat atau surat sebagai dasar penentuan Makkiyyah dan Madaniyyah, sehingga mereka membuat definisi Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut:
Yang diartikan sebagi berikut: “Makiyah ialah yang diturunkan dimakkah sekalipun turunnya sesudah hijrah, madaniyah ialah yang diturunkan di madinah”
Agak sulit memang melacak dan mengidentifikasi secara pasti ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah karena urutan tata tertib ayat tidak mengikuti kronologi waktu turunnya ayat tetapi berdasarkan petunjuk nabi. Lagi pula pada mushaf usmani yang menjadi acuan sejak semula disusun mengikuti petunjuk nabi.
Koleksi mushaf para sahabat yang diantaranya ada yang ditulis berdasarkan turunnya ayat, semuanya sudah dibakar setelah tim penyusun al-Quran yang dibentuk Usman bin Affan menyelesaikan tugasnya. Jadi pembakaran mushaf tersebut bisa juga berarti sebagai kerugian intelektual, karena dengan demikian menjadi sulit melacak kronologi ayat berdasarkan waktu turunnya. [2]

C.    Perbedaan Makkiyah dan Madaniyyah

1.      Ciri-ciri khusus surat makkiyah
a.       Mengandung ayat sajdah (Al-A’raf : 206, A-Nahl : 149, An-Nahl : 50, Al-Isra’ : 107, Al-Isra’ : 108, Al-isra’ : 109, Maryam : 85, Al-Furqan : 60.)
b.      Terdapat lafal kalla sebagian besar ayatnya (Al-Humazah : 4)
كلا لينبذن فى الحطمة
c.       Terdapat seruan dengan ya ayyuhannasu contonhya dalam surat Yunus : 57,
يايهاالناس قدجاءتكم موعظة من ربكم وشفاءلما فى الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين
d.      Mengandung kisah nabi-nabi dan umat-umat yang telah lalu, kecuali surat Al-Baqarah (surat Al-A’raaf : kisah Nabi Adam dengan iblis, kisah Nabi Nuh dan kaumnya, kisah Nabi Shalih dan kaumnya, kisah Nabi Syu’aib dan kaumnya, kisah Nabi Musa dan Firaun).
e.       Terdapat kisah adam dan iblis.[3]
Contohnya dalam surat Al-A’raf : 11 yang artinya : “sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (adam), lalu kami bentuk tubuhmu, kemudian kami katakana kepada malaikat : bersujudlah kamu kepada adam. Maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.”
f.       Setiap suratnya terdapat Sujud Tilawah, sebagian ayat-ayatnya.
g.      Semua atau sebagian suratnya diawali huruf tahajji seperti Qaf (ق (, Nun ( ن ), Kha Mim ( حم ) contonya (ص) dalam surat Shaad : 1
h.      Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf terpotong-potong (al-ahraf al-muqatha’ah atau fawaatihussuwar), seperti الم (surat Ar-Rum :1), الر (surat Hud :1),هم , kecuali Q.S Al-Baqoroh dan Ali ‘Imron.[4]

2.      Ciri-ciri surat makkiyah yang aghlaniyah (umum)
a.       Ayat-ayatnya pendek, surat-suratnya pendek (An-Nass 6 ayat, Al-Ikhlas 4 ayat, Al-Falaq 5 ayat, Al-Lahab 5 ayat), nada perkataannya keras dan agak bersajak (surat Al-Ashr).
والعصر.
ان الانسن لفى خسر.
الا الذين ءامنوا وعملواالصلحت وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر.
b.      Mengandung seruan pokok-pokok iman kepada Allah, hari akhir dan menggambarkan keadaan surga dan neraka.
c.       Menyeru manusia berperagai mulia dan berjalan lempang di atas jalan kebajikan (An-Nahl, = akhlak-akhlak baik)
d.      Mendebat orang-orang musyrik dan menerangkan kesalahan-kesalahan pendirian mereka (surat Al-Kahfi ayat 102-108)
e.       Banyak terdapat lafadz sumpah.[5] (surat Al-Anbiyaa’ : 57)
وتا الله لاكيدن اصتمكم بعد ان تولوا مدبرين

3.      Ciri-ciri khusus surat madaniyyah
a.       Di dalamnya ada izin berperang atau ada penerangan tentang hal perang dan penjelasan tentang hukum-hukumnya. (QS. Al-Ahzab = tentang perang ahzab / khandaq).
b.      Di dalamnya terdapat penjelasan bagi hukuman-hukuman tindak pidana, fara’id, hak-hak perdata, peraturan-peraturan yang bersangkut paut dengan bidang keperdataan, kemasyarakatan dan kenegaraan. (QS. An-Nur = tentang hukum-hukum sekitar masalah zina, li’an, adab-adab pergaulan di luar dan di dalam rumah tangga. QS. Al-Ahzab = tentang hukum zihar, faraid)
c.       Di dalamnya tersebut tentang orang-orang munafik (surat An-Nur ayat 47-53 tentang perbedaan sikap orang-orang munafik dengan sikap orang-orang muslim dalam bertakhim kepada Rasul)
d.      Di dalamnya didebat para ahli kitab dan mereka diajak tidak berlebih-lebihan dalam beragama, seperti terdapat dalam surat Al-Baqarah, An-Nisa’, Ali Imran, At-Taubah dan lain-lain.[6]

4.      Ciri-ciri surat madaniyyah yang aghlaniyah (umum)
a.       Suratnya panjang-panjang, sebagian ayatnya pun panjang serta jelas menerangkan hukum (QS. Al-Baqarah surat dan ayatnya panjang, dan didalamnya terdapat hukum haji dan umrah, hukum qishas, hukum merubah kitab-kitab Allah, hukum haid, iddah, hukum bersumpah, hukum arak dan judi)
b.      Menjelaskan keterangan-keterangan dan dalil-dalil yang menunjukkan kepada hakikat-hakikat keagamaan.

D.    Beberapa Contoh Ayat Makkiyah dan Madaniyah
1.      Makkiyah[7]
Diantaranya :

1
Al-‘Alaq
47
An-Naml
2
Al-Qolam
48
Al-Qoshash
3
Al-Muzzammil
49
Al-Isro’
4
Al-Muddatstsir
50
Yunus
5
Al-Fatihah
51
Hud
6
Al-Lahab
52
Yusuf
7
At-Takwir
53
Al-Hir
8
Al-A’la
54
Al-An’am
9
Al-Lail
55
Ash-Shaffat
10
Al-Fajr
56
Luqman
11
Ad-Dhuha
57
Saba’
12
Al-Insyiroh
58
Az-Zumar
13
Al-Ashr
59
Ghofir
14
Al-Adiyat
60
Fushshilat
15
Al-Kautsar
61
Asy-Syura
16
At-takatsur
62
Az-Zukhruf
17
Al-Ma’un
63
Ad-Dukhan
18
Al-Kafirun
64
Al-Jatsiah
19
Al-Fiil
65
Al-Ahqof
20
Al-Falaq
66
Al-Adzariyat
21
An-Nas
67
Al-Ghosiyah
22
Al-Ikhlas
68
Al-Kahfi
23
An-Najm
69
An-Nahl
24
‘Abasa
70
Nuh
25
Al-Qodar
71
Ibrahim
26
Asy-Syams
72
Al-Anbiya’
27
Al-Buruj
73
Al-Mu’minun
28
At-Tiin
74
As-Sajadah
29
Al-Quroisy
75
At-Thur
30
Al-Qori’ah
76
Al-Mulk
31
Al-Qiyamah
77
Al-Haqqoh
32
Al-Humazah
78
Al-Ma’arij
33
Al-Mursalat
79
An-Naba’
34
Qaf
80
An-Nazi’at
35
At-Thoriq
81
Al-Balad
36
Al-Qomar
82
Al-Infithor
37
Shad
83
Al-Insyiqoq
38
Al-A’rof
84
Ar-Rum
39
Jinn
85
Al-Ankabut
40
Yasin
86
Al-Muthoffifin
41
Al-Furqon
87
Al-Zalzalah
42
Fathir
88
Ar-Rod
43
Maryam
89
Ar-Rohman
44
Thoha
90
Al-Insan
45
Al-Waqiah
91
Al-Bayyinah
46
Asy-Syu’ara

2.      Madaniyah[8]
Diantaranya :

1
Al-Baqoroh
13
Ali-Imron
2
Al-Anfal
14
Al-Ahzab
3
Al-Mumtahanah
15
Al-Hujurat
4
An-Nisa’
16
At-Tahrim
5
Al-Hadid
17
At-Taghabun
6
Al-Qital
18
As-Shaf
7
At-Tholaq
19
Al-Jumuah
8
Al-Hasr
20
Al-Fath
9
An-Nur
21
Al-Maidah
10
Al-Hajj
22
At-Taubah
11
Al-Munafiqun
23
An-Nashr
12
Al-Mujadilah


E.     Fungsi Memahami Ilmu Makkiyah dan Madaniyah
An-Naisaburi dalam kitabnya At-Tanbih ‘ala Fadhl Ulum Al-Quran, memandang subjek makkiyah dan madaniyyah sebagai ilmu Al-Quran yang paling utama. Sementara itu , Manna’ Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam mendeskripsikan urgensi mengetahui makkiyah dan madaniyyah sebagai berikut.

1.      Membantu dalam menafsirkan Al-qur’an
Pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa di seputar turunnya Al-Qur’an tentu sangat membantu dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, kendatipun ada teori yang mengatakan bahwa yang harus menjadi patokan adalah keumuman redaksi ayat dan bukan kehususan sebabin. Dengan mengetahui kronologis Al-Quran pula, seorang mufassir dapat memecahkan makna kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan pemecahan konsep nasikh-mansukh yang hanya bisa diketahui melalui kronologi Al-Quran.

2.      Pedoman bagi langkah-langkah dakwah
Setiap kondisi tentu saja memerlukan ungkapan-ungkapan yang relevan. Ungkapan-ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat makkiyah dan ayat-ayat madaniyyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya. Oleh karena itu, dakwah Islam berhasil mengetuk hati dan menyembuhkan segala penyakit rohani orang-orang yang diserunya. Di samping itu, setiap langkah-langkah dakwah memiliki objek kajian dan metode-metode tertentu, seiring dengan perbedaan kondisi sosio-kultural manusia. Periodisasi makkiyah dan madaniyyah telah memberikan contoh untuk itu.

3.      Memberi informasi tentang sirah kenabian
Penahapan turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah nabi, baik di mekah atau di madinah, dimulai sejak diturunkannya wahyu pertama sampai diturunkannya wahyu terakhir. Al-Quran adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah nabi itu. Informasinya tidak bisa diragukan lagi.
Mengetahui sejarah hidup nabi melalui ayat-ayat Al-Quran, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang menyertainya, baik pada periode makkah maupun periode madinah, sejak turun iqra’ sampai ayat yang terakhir diturunkan. Al-Quran adalah sumber pokok bagi hidup Rasulullah. Pola hidup beliau harus sesuai dengan Al-Quran dan Al-Quran pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan. [9]
Selain itu juga pengetahuan tentang makkiyah dan madaniyah banyak membawa hikmah dan faedah serta kagunaan yang bermacam-macam, antara lain sebagai berikut:
1.      Mudah diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayat yang turun belakangan dari kitab suci Al-Quran
2.      Mudah diketahui mana ayat-ayat Al-Quran yang hukum bacaannya telah dinaskh (dihapus dan diganti) dan mana ayat-ayat yang menasakhkannya, khususnya bila ada dua ayat yang menerangkan hukum sesuatu masalah, tetapi ketetapan hukumnya bertentangan yang satu dari yang lain.
3.      Mengetahui dan mengerti sejarah pensyariatan hukum-hukum Islam (Taarikhut Tasyri’) yang amat bijaksana dalam menetapkan peraturan-peraturan.
4.      Mengetahui hikmah disyariatkannya suatu hukum.
5.      Mengetahui perbedaan dan tahap-tahap dakwah Islamiah.
6.      Mengetahui perbedaan ushlub-ushlub (bentuk-bentuk bahasa) Al-Quran yang dalam surat-surat makkiyah berbeda dengan yang ada dalam surat madaniyah.[10]

F.     Ayat-ayat Al-qur’an Diturunkan Di Luar Kota Makkah dan Madinah

1.      Ayat yang di bawa dari makkah ke madinah
      Contohnya ialah surat Al-A’la. HR. Al-Bukhari dari Al-Bara’ bin Azib yang mengatakan, “orang yang pertama kali datang kepada kami di kalangan sahabat Nabi adalah Mush’ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum keduanya membacakan Al-Quran kepada kami. Sesudah itu datanglah Ammar, Bilal dan Sa’ad. Kemudian datang pula Umar Bin Khattab sebagai orang yang kedua puluh. Baru setelah itu datanglah Nabi. Aku melihat penduduk Madinah bergembira setelah aku membaca sabbihismarabbikal a’la dari antara surat yang semisal dengannya.”
Pengertian ini cocok dengan Al-quran yang dibawa oleh golongan muhajirin, lalu mereka ajarkan kepada kaum anshar.

2.      Ayat yang di bawa dari madinah ke makkah
      Contohnya dari awal surat Baqarah, yaitu ketika Rasulullah SAW memerintahkan kepada Abu Bakar untuk pergi haji pada tahun ke Sembilan. Ketika awal surat Baqarah turun, Rasulullah memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk membawa surat tersebut kepada Abu Bakar, agar ia sampaikan kepada kaum musyrikin, maka Abu Bakar pun membacakannya kepada mereka dan mengumumkan bahwa tahun ini tidak ada oseorang musyrik pun yang boleh berhaji.

3.      Ayat yang turun di waktu dalam perjalanan
      Mayoritas ayat-ayat dan surat-surat Al-Quran turun pada saat Nabi dalam keadaan menetap. Akan tetapi, karena kehidupan Rasulullah tidak pernah lepas dari jihad dan peperangan di jalan Allah, maka wahyu pun turun juga dalam perjalanan tersebut. Imam As-Suyuthi menyebutkan awal surat Al-Anfal yang turun di Badar setelah selesai perang, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Sa’ad bin Abi Waqqash.
Sedangkan ayatnya adalah sebagai berikut
والذين يكنزون الذهب والفضة ولا ينفقونها فى سبيل الله
Diriwayatkan Ahmad dari Tsauban, bahwa ayat tersebut turun ketika Rasulullah dalam salah satu perjalanan.
Juga awal surat Al-Hajj. At-Tirmidzi dan Al-Haakim meriwayatkan dari Imran bin Hushain yang menyatakan “ketika turun kepada Nabi ayat ‘wahai manusia, bertakwalah kepada tuhanmu, sesungguhnya goncangan Hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar … sampai dengan .. tetapi adzab Allah sangat kerasnya’ beliau sedang berada dalam perjalanan.”
   Begitu juga surat Al-Fath. Al-Hakim dan yang lain meriwayatkan, dari Al-Miswar bin Makhramah dan Marwan bin Al-Hakam, keduanya berkata “surat Al-Fath dari awal sampai akhir turun di antara kota makkah dan madinah berkaitan dengan masalah perdamaian Hudaibiyah.”
    Sebagian dari ayat Al-Quran tidak hanya turun di kota makkah dan sekitarnya dan tidak pula di madinah dan sekitarnya, seperti firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 42 dan pada surat Az-Zukhruf ayat 45. Yang kedua ayat tersebut tidak turun di kota makkah dan sekitarnya dan tidak pula di kota madinah dan sekitarnya.
    Menurut Ibnu Katsir bahwa surat At-Taubah ayat 42 turun di tabuk, dan surat Az-Zukhruf ayat 45 diturunkan di abitul maqdis pada malam Isra’.[11]

4.      Ayat yang turun di Kota Arofah pada haji wada’[12]
Surat Al-Baqarah ayat : 281
وَاتَقُوا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللهِ ثُم تُوَفى َكُلُ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”[13]

5.      Ayat yang turun di Kota Mina pada haji wada’
Surat Al-Maidah ayat : 3[14]
حرمت عليكم الميتة والدم و لحم الخنزير وما أهل لغير الله به والمنخنقة والموقوذة والمتردية والنطيحة وما أ كل السبع إلاماذكيتم وماذبح على النصب وأن تستقسموا بالأزلم ذالكم فسق  اليوم يئس الذين كفروا من دينكم فلا تخشوهم واشون اليم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم الإسلم دينا فمن اضطر فى مخمصة غير متجانف لإثم فإن الله غفوررحيم
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[15]



















BAB III
SIMPULAN
A.    Simpulan
Makkiyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah SWT sebelum hijrah ke Madinah, walaupun ayat tersebut turun di sekitar / bukan di kota Makkah, yang pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Makkah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya walaupun turunnya di Makkah, dan pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Madinah.
Agak sulit memang melacak dan mengidentifikasi secara pasti ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah karena urutan tata tertib ayat tidak mengikuti kronologi waktu turunnya ayat tetapi berdasarkan petunjuk nabi. Lagi pula pada mushaf usmani yang menjadi acuan sejak semula disusun mengikuti petunjuk nabi. Koleksi mushaf para sahabat yang diantaranya ada yang ditulis berdasarkan turunnya ayat, semuanya sudah dibakar setelah tim penyusun al-Quran yang dibentuk Usman bin Affan menyelesaikan tugasnya. Jadi pembakaran mushaf tersebut bisa juga berarti sebagai kerugian intelektual, karena dengan demikian menjadi sulit melacak kronologi ayat berdasarkan waktu turunnya.
Sedangkan untuk membedakan antara ayat makkiyah dan ayat madaniyah terdapat Ciri-ciri khusus surat makkiyah, Ciri-ciri surat makkiyah yang aghlaniyah (umum), Ciri-ciri khusus surat madaniyyah, Ciri-ciri surat madaniyyah yang aghlaniyah (umum).
Begitupun juga dengan contoh suratnya, diantaranya: surat Makkiyah (Al-Alaq, At-Tin, Al-Balad, Al-Qoriah, Al-Adiyat, dan lain sebagainya), sedangkan surat Madaniyah (An-Nash, Al-Baqoroh, Al-Anfal, Ali-Imron, dan lain sebagainya).
Manna’ Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam mendeskripsikan urgensi mengetahui makkiyah dan madaniyyah adalah untun Membantu dalam menafsirkan Al-qur’an, Pedoman bagi langkah-langkah dakwah, Memberi informasi tentang sirah kenabian, Mudah diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayat yang turun belakangan dari kitab suci Al-Quran dan Mudah diketahui mana ayat-ayat Al-Quran yang hukum bacaannya telah dinaskh (dihapus dan diganti) dan mana ayat-ayat yang menasakhkannya, khususnya bila ada dua ayat yang menerangkan hukum sesuatu masalah, tetapi ketetapan hukumnya bertentangan yang satu dari yang lain.
Adapun ayat-ayat yang turun tidak di kota makkah dan tidak pula di kota madinah adalah Ayat yang di bawa dari makkah ke madinah, ayat yang di bawa dari madinah ke makkah, Ayat yang turun di waktu dalam perjalanan, Ayat yang turun di Kota Arofah pada haji wada’, Ayat yang turun di Kota Mina pada haji wada’.

B.     Saran
Alhamdulillah, penulisan makalah ini terselesaikan dan tersusun secara sistematik. Tetapi penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena mengingat keterbatasan pengetahuan dari penulis. Maka dari itu penulis mohon kritik dan saran dari berbagai pihak.













DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Pentafsir Al Qur’an.

Al-Qaththan, Syeikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2006.

Anwar Rosihon, Ulum al-Qur’an, Bandung, Pustaka Setia, 2008.

Hasbi ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad,Ilmu-Ilmu Ulumul Quran, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2009.

Shihab, Quraish, Sejarah & Ulum Al-Quran, Bandung, Pustaka Firdaus, 1997.

Rakhmat, Jalaluddin, Ulum Al-Quran, Bandung, 1431 H.

http//www.jihadad.blogspot.com/p/mengenal-surat-makkiyah-dan.html.Diakses pada tanggal 05-04-2015 pada pukul 18:30.




[1] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an, bandung, Pustaka Setia, 2008, hal:102-104.
[2] Quraish Shihab, Sejarah & Ulum Al-Quran, bandung, Pustaka Firdaus, 1997, hal: 64.
[3]Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Ulumul Quran, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2009, hal: 72.
[4] Jalaluddin Rakhmat. ‘Ulum Al-Quran, Bandung: 1431 H, hal: 49.
[5] Ibid, hal: 73.
[6] Ibid, hal: 73-74.
[7] Quraish Shihab, Sejarah & Ulum Al-Quran, Bandung, Pustaka Firdaus, 1997, hal : 65-67
[8] Ibid, hal : 67-69
[9] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an, bandung, Pustaka Setia, 2008, hal: 115-116
[10] http//www.jihadad.blogspot.com/p/mengenal-surat-makkiyah-dan.html. Diakses pada tanggal 05-04-2015 pada pukul 18:30
[11] Syeikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2006, hlm: 67-71.
[12] Jalaluddin Rakhmat. ‘Ulum Al-Quran, Bandung: 1431 H, hal. 58
[13] Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Pentafsir Al Qur’an, 1971, hal : 70
[14] Jalaluddin Rakhmat, Op Cit, hal. 59.
[15] Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud, Op Cit, hal : 157

No comments:

Post a Comment